ABRAHAM ANDI PADLAN PATARAI

Oleh : Amran Razak 

Tiba-tiba saja terdengar tawa  panjang  datar bergetar, tawa khas aktivis kampus, tawa  salah  seorang narsum pada diskusi webinar Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin (IKA UNHAS), Jabodetabek bertajuk : “PROTOKOL HIDUP PADA MASA PANDEMI COVID-19”  seri-1 (30 Mei 2020).  Narsum kedua asal sumber tawa itu, bernama Abraham Andi Padlan Patarai, seorang dokter,  ‘kepala suku’ Persatuan Dokter Umum Indonesia (PDUI).

Dokter Abraham sering dipanggil dikalangan aktivis kampus Unhas di masanya sebagai kak Bram. Ia  ‘penakluk’ teritori rusunawa Kampus Tamalanrea Unhas. kala itu, anak-anak Kedokteran masih bisa ngatur waktu jadi aktivis handal.

Setelah lama sekali tak bersua,  kini …. ketemu di wibenar IKA Unhas Jabodetabek.

Pertanyaannya; kenapa kak Bram tiba-tiba tertawa panjang ???

Mungkin  lantaran Kak Bram tak tahan mendengar celotehan penulis bahwa anjuran pemerintah untuk melaksanakan New Normal mirip-mirip konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) di zaman penulis jadi aktivis. Tentu saja, kak Bram tak tahan untuk tertawa, maklum sebelumnya ia sudah mengutarakan saat gilirannya presentasi bahwa penulis adalah ‘dedengkot’ perlawanan NKK/BKK di kampus Unhas.

Kak Bram sendiri mengawali presentasinya dengan nada rendah hati, bahwa dia memilih berkelana di Jakarta, berjuang dengan sejawatnya menunaikan tugas suci sebagai dokter – aktivis.

Panelis kedua Dokter Abraham adalah mahasiswanya Prof. Idrus A.Paturusi di FK-Unhas, sedangkan  panelis pertama, Dr. Aminuddin Syam, SKM, MKes, MEd  adalah mahasiswa penulis angkatan pertama dari SMA di FKM-Unhas (1987).

Aminuddin biasa dipanggil kak Amin,  kini Dekan FKM-Unhas. Aminuddin adalah Dekan pertama “SKM” yang besar di Lorong Kambing-Baraya dan tumbuh dewasa di Pondokan Tamalanrea.  Dalam rekam-jejak kemahasiswaan Unhas, Amin adalah yunior Abraham. Begitu pula moderator webiner, Awaluddin Cindeng (kak Awal), dia adalah yunior dari dua yunior narsum (posisi terlemah tak berdaulat)….karenanya mereka nyambung dan sinergis, apalagi ketiganya bergelut di Jakarta (sebelum kak Amin  back to campus).

Peserta wibenar berjumlah lebih dari seratus itu, di isi mayoritas alumni Unhas sendiri, karenanya semarak dan semangat Hari Raya Idhul fitri masih menggema.

NKK/BKK : Remote control Rektorat 

Pembekuan Dewan Mahasiswa (Dema) oleh penguasa Orde Baru melalui Pangkopkamtib Soedomo berdasarkan SKEP/02/KOPKAM/I/1978, diikuti dengan penerapan kebijakan NKK/BKK di seluruh perguruan tinggi. Disatu sisi, kebijakan NKK secara parsial dapat dikatakan sebagai reaksi rezim penguasa atas gerakan mahasiswa 1978 yang mempersoalkan eksistensi pemerintahan Soeharto.

Pada sisi lain, penerapan konsep NKK mencoba mengarahkan mahasiswa berfokus pada jalur kegiatan akademik, menjauhkan aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim Orde Baru. Penerapan NKK/BKK sekaligus sebagai instrumen pengontrol daya protes gerakan sosial mahasiswa.

Di bawah konsep NKK (1978-1983), mahasiswa tidak diperkenankan membentuk organisasi kemahasiswaan (student government) sebagai sarana penggalangan solidaritas dan mobilisasi massa dalam melakukan aksi-aksi protes terhadap pemerintah. Kebijakan ini membuat mahasiswa hanya boleh melakukan kegiatan di dalam kampus [seizin rektor] dan dilarang berhubungan dengan kehidupan politik praktis.

Penerapan kebijakan NKK/BKK di perguruan tinggi sangat berpengaruh terhadap dinamika kemahasiswaan di Indonesia. Mahasiswa yang sukar menerima pemberlakukan konsep NKK/BKK memilih beraktivitas di luar kampus bergabung dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur, organisasi ekstra universiter seperti HMI, PMII, GMKI, PMKRI, pers mahasiswa, dan kelompok studi, serta Komite Aksi.

Sementara itu, di kalangan organisasi intra-kampus, mahasiswa menyatukan diri dalam forum-forum komunikasi antar Senat Mahasiswa (SM) dan Badan Perwakilan Mahasiswa  (BPM) Fakultas. Mahasiswa memperkuat basis keilmuannya berbasis jurusan dengan mendirikan kelompok studi dan ikatan kekerabatan.

Di Unhas setelah melalui “tawar-menawar” yang alot terhadap konsep NKK/BKK antara kalangan rektorat dengan mahasiswa selama hampir setahun -masuklah  periode pertama BKK Unhas 1978 – 1979.

Tak puas dengan kelembagaan BKK dibawah koordinasi Pembantu Rektor III, sejumlah pentolan mahasiswa  mendirikan kelompok studi. Berdirilah sejumlah kelompok studi bermula dari Kelompok Studi Pembangunan (KSP) dengan berbasis jurusan Ekonomi Umum/Studi Pembangunan (A) Fakultas Ekonomi Unhas, akhir tahun 1980. Bersamaan berdirinya, Kelompok Studi Wawasan Nusantara (Koswantara) di Fakultas Hukum Unhas, dan Ikatan Kekerabatan Antropologi (IKA) , menyusul Kelompok Studi Indonesia Raya (Kosindra) di Fisipol Unhas.

Petisi untuk Presiden Jokowi

Kala itu,  10 April 2020, Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) membuat ‘surat sakti’ untuk Presiden Jokowi berjudul “Negaraku Jangan Kalah”. Isinya menyoroti kinerja pemerintah pusat dalam menyelesaikan permasalahan Corona COVID-19 yang tengah mewabah di Indonesia.

Tertulis juga nestapa banyaknya korban yang berjatuhan akibat corona terus bertambah, termasuk sebarannya yang kian meluas hingga pelosok Indonesia. Selain itu, PDUI juga menyoroti mahalnya Alat Pelindung Diri (APD) dan sulit untuk dicari.

“Lupakan perkatan menterimu bahwa Corona penyakit yang sembuh sendiri. Lupakan ucapan menterimu bahwa harga APD tinggi karena ‘salahmu kok beli’. Lupakan janji menterimu bahwa pada 31 Maret 2020 ada 4,7 juta masker produksi BUMN siap disebar ke seluruh negeri, yang belakangan diakui belum ada BUMN produksi APD,” tulis sepenggal kalimat di dalamnya.

Kali ini, kak Bram membuktikan dirinya masih sebagai pelatih ulung….’surat-surat sakti’ yang dititahkannya sejak di kampus merah, Tamalanrea.

Yang Mulia Bapak Presiden

Sementara di sana-sini masih banyak yang menunggu dijadwalkan tes, masih belum ada dacron swab dan VTM, dengan kondisi yang penuh iba, dengan kondisi yang sengsara, dengan kondisi yang terbaring sendiri tanpa didampingi anggota keluarganya. Entah sampai berpisah atau semoga bisa bertemu dan berkumpul kembali dengan keluarganya.

Lihat di sana-sini, di seluruh pelosok negeri ini, ratusan ribu dokter dan tenaga kesehatan resah, susah, gundah, gelisah, dan marah karena APD makin langka, harganya makin menggila.

Sementara nurani mereka terusik, tidak tega menyaksikan pasiennya penuh harap dalam derita tiada tara. Haruskah mereka bertaruh nyawa dengan APD seadanya? Mereka melawan musuh yang tidak kelihatan dengan balutan plastik yang sama dengan yang pernah Yang Mulia Bapak Presiden kenakan saat puluhan kamera mengabadikan bapak di tengah rinai hujan. Ya, dengan memakai plastik jas hujan saja.

Lihatlah jumlah sejawat kami para dokter yang meninggal dunia sudah lebih dari 30 orang. Sampai berapa lagi yang harus dijumlahkan dalam daftar kematian yang mengenaskan ini? Satu saja dari para dokter mati, perlu waktu bertahun-tahun untuk menjadikan pengganti. Beda dengan menteri-menteri yang bapak miliki, satu saja mati, esok hari berbondong yang mengajukan diri.

Yang Mulia Bapak Presiden

Lakukan … lakukan …. lakukanlah amanat di pundakmu sebagai Presiden di negeri ini. Jalankan … jalankan … jalankanlah bunyi pasal-pasal Undang-undang Dasar negara ini. Itu amanah yang engkau minta ada di pundakmu. Ini beban yang Engkau minta diletakan di punggungmu. Jangan kau tumpahkan kepada rakyatmu, jangan kau biarkan membebani derita negerimu.

Gunakan kepalan tanganmu, gunakan ujung telunjukmu, gunakan suara kerasmu. Perintahkan paramenterimu, aparatmu, jenderalmu, TNI dan Polisi yang ada di kendalimu. Kuasai seluruh negeri ini, atur hingga ke pelosok negeri ini, perintahkan seluruh rakyatmu.

APD harganya melangit, mencekik dan menjerat, langka tapi faktanya ada. Ada, iya ada. Tapi ada nan tega menjual dengan harga yang fantastis, ada yang tega mengambil laba luar biasa di kala duka, ada yang tega mengiris saudaranya di tengah krisis.

Negaraku hadirlah, kuasai seluruh cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Beli seluruh produksi dari pabrik yang yang ada di seluruh pelosok negeri ini. Datangkan sebanyak-banyaknya dari luar negeri.

Kuasai semuanya, bagikan untuk sebesar-besar kemanfaatan bagi rakyatmu. Tegakan hukum, jeratlah dengan hukum pada siapa saja yang menjual APD dengan harga tinggi, gunakan banyak Undang-Undang untuk menghadang tindakan mereka. Wahai negaraku, lawanlah, perkasalah. Janganlah Negaraku KALAH.

Yang Mulia Bapak Presiden

Raihlah tangan-tangan rakyatmu yang memohon pertolongan, mereka yang menunggu uluran tali di tengah derasnya arus sebaran Covid-19 yang mematikan. Lemparlah sebanyak-banyaknya tali, selamatkan dengan jaring-jaring dan angkatlah mereka dari kemalangan dan kedukaan ini.

Petugas medis corona mengenakan APD
Petugas medis corona mengenakan APD. Foto Instagram @adupi_indonesiaofficial

Lakukanlah sebanyak-banyaknya tes antigen corona virus, temukan sebanyak-banyaknya rakyatmu yang terpapar virus corona, amankan, ambil dan lakukanlah layanan kesehatan yang sesuai standar.

Siapkanlah sebanyak-banyaknya Rumah Sakit, sehingga tidak akan ada satu orang pun yang kesulitan mencari rumah sakit hingga terkapar tak terobati. Jangan ada di kemudian hari di kedukaan abad ini akan mencatat namamu sebagai pemimpin yang terlena dan tak berdaya mengahadapi corona. Jangan ada cerita pada cucu cicitmu nanti, negara ini kalah di kala dipimpin kakek buyutnya yang tak siaga melawan corona.

Dari Komunitas Warga Negara Indonesia bernama Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI)

Surat terbuka ini ditandantangani Ketua Umum PDUI,

Dr. Abraham Andi Padlan Patarai, M.Kes.