PENGENDALIAN COVID-19 DAN KETAHANAN EKONOMI INDONESIA : The Hammer and The Dance

Oleh : Amran Razak

“Penantian yang tak kunjung datang” melandainya kurva covid-19 bisa mengikis harapan keberlanjutan aktivitas kemanusiaan kita. Kegusaran ini harus dijawab dengan menciptakan keseimbangan mengendalikan pandemi Covid-19 dengan membatasi biaya ekonominya?
Semestinya, kebijakan kesehatan dan tujuan kebijakan ekonomi dalam pengendalian pandemi selaras – tidak mutual exclusive . Strategi epidemiologis yang diadopsi banyak negara – yang secara tepat digambarkan sebagai ‘palu dan tarian’ (Pueyo, 2020) – juga didasarkan pada prinsip ekonomi yang sehat. Dengan memperhatikan respons perilaku dan eksternalitas, sebagaimana tawaran Assenza et. al. (2020) untuk kebijakan penguncian dan pemulihan.

Palu dan tarian Indonesia

Kelihatannya pemerintah Indonesia mengikuti strategi dua fase untuk menangani pandemi, sebagaimana banyak dipakai negara lainnya. Awalnya mereka merespons dengan tahap konfirmasi yang kuat yang sementara waktu membatasi kegiatan ekonomi untuk mengendalikan pandemi Covid-19 – ‘palu’.

Pemerintah Indonesia menyodorkan paket stimulus ekonomi berupa program pemulihan ekonomi (restrukturisasi kredit, penjaminan & pembiayaan dunia usaha khususnya UMKM), insentif perpajakan dan stimulus KUR, dan perlindungan sosial (program keluarga harapan, kartu prakerja, insentif cicilan KPR, diskon tarif listrik bersubsidi).

Beredarnya Surat Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perihal Antisipasi Skenario The New Normal BUMN, 15 Mei 2020, memperjelas sikap pemerintah telah memasuki tahap kedua dari pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (SBB) dan membangkitkan kegiatan ekonomi bangsa. Selama fase kedua ini, pandemi harus tetap terkendali sementara itu masih belum sepenuhnya ditekan – ‘tarian’.

Tahapan pemulihan kegiatan ekonomi BUMN melalui 5 phase dimulai 25 Mei sampai dengan 20 Juli 2020. Phase 1 (25 Mei) : Pedoman Umum, Sektor Industri & Jasa, Sektor Kesehatan. Phase 2 (1 Juni) : Sektor Jasa Retail, Sektor Industri & Jasa. Phase 3 (8 Juni) : Sektor Jasa Wisata, Sektor Jasa Pendidikan, Sektor Industri & Jasa. Phase 4 (29 Juni) : Pembukaan kegiatan ekonomi untuk seluruh sektor sesuai kondisi phase 3, pembukaan bertahap restoran, café, fasilitas kesehatan tetap dengan protokol kesehatan yang ketat.

Pembukaan tempat ibadah dengan protokol kesehatan yang ketat termasuk perjalanan dinas sesuai prioritas & urgensi, dan kegiatan outdoor dengan protokol kesehatan yang ketat. Phase 5 (13 & 20 Juli) : Evaluasi phase 4 untuk seluruh sektor dan pembukaan tempat atau kegiatan ekonomi lainnya menuju skala normal. Awal Agustus operasi seluruh sektor secara normal dengan tetap mempertahankan protokol kesehatan dan kebersihan yang ketat. #CovidSafe BUMN

Dalam konteks ini, kebijakan sektoral yang optimal harus menargetkan relatif daripada besaran absolut dari limpahan risiko infeksi dari interaksi tatap muka dan paparan ekonomi dari perubahan mendadak dalam pola pengeluaran, kekurangan permintaan, atau gangguan rantai pasokan.
• Batasi kegiatan yang menghasilkan eksternalitas risiko infeksi yang kuat tetapi eksternalitas ekonomi yang lemah (mis. restoran, bioskop).
• Melindungi atau mensubsidi kegiatan ekonomi penting yang memiliki dampak ekonomi positif yang kuat, terutama jika mereka menggunakan eksternalitas risiko infeksi yang lemah (mis. perbankan, farmasi).
• Berhati-hati mengelola kegiatan yang penting secara ekonomi dan memiliki limpahan risiko infeksi yang tinggi (mis. layanan kesehatan, pendidikan). Sektor-sektor ini memiliki dampak paling kuat terhadap kesejahteraan.
• Mengelola eksternalitas statis adalah kunci untuk meminimalkan biaya ekonomi: jangan membuat pandemi lebih mahal daripada yang seharusnya!

Ekuilibrium Laissez-faire dan Kebijakan Optimal

Dinamika laissez-faire dan kebijakan optimal mengikuti urutan palu dan tarian.
Palu berlangsung selama 15 minggu pertama. Selama fase ini, keseimbangan dan kebijakan optimal meratakan kurva infeksi untuk memperlambat penyebaran infeksi dan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup individu. Simulasi yang dilakukan oleh Assenza et. al. (2020) menunjukkan penurunan 20% dalam konsumsi pada keseimbangan dan penurunan yang sedikit tertunda dan lebih besar dari 24% pada kebijakan optimal.

Alasan untuk meratakan kurva infeksi muncul tanpa mengacu pada argumen medis yang mendukung kebijakan tersebut: pada patokan ini, meratakan kurva tidak berfungsi untuk mendapatkan waktu sampai vaksin atau penyembuhan ditemukan atau untuk decongest sektor medis. Kemacetan medis atau vaksin secara substansial memperkuat alasan untuk penguncian awal baik pada keseimbangan maupun kebijakan optimal.

Selama tarian, epidemi berkembang perlahan sampai akhirnya mencapai kekebalan kawanan. Hal mana dikendalikan dengan pembatasan ekonomi yang sangat persisten yang menjaga laju transmisi efektif (R0), yaitu jumlah infeksi lanjutan yang dihasilkan setiap infeksi, berada di bawah.

Perbedaan utama antara laissez-faire dan kebijakan optimal adalah bahwa individu ‘hidup pada saat ini’ – mereka hanya peduli dengan pertukaran langsung antara kegiatan ekonomi dan risiko infeksi, tetapi mengambil dinamika masa depan seperti yang diberikan. Sebaliknya, kebijakan yang optimal berlandaskan wawasan ke depan dan menginternalisasi dampak dari pilihan saat ini pada seluruh dinamika masa depan. Kami menafsirkan eksternalitas dinamis ini sebagai imunisasi dan limpahan infeksi – agen tidak menginternalisasi manfaat sosial dari imunisasi atau bahwa risiko infeksi berpotensi mengekspos orang lain terhadap risiko infeksi yang lebih tinggi di kemudian hari.

Dalam banyak hal, patokan kebijakan ini tidak berbeda jauh dari yang disarankan oleh para ahli epidemiologi. Sebabnya, dinamika kebijakan optimal tergantung pada dinamika epidemi. Namun demikian, prinsip-prinsip dasar ilmu ekonomi sangat terkait harga bayangan risiko infeksi, ‘simalakama’ antara kematian dan kemakmuran ekonomi, dan imunisasi yang dinamis dan penyebaran infeksi.

Waspadalah terhadap limpahan infeksi yang dinamis: bersabarlah selama penguraian dan jangan membayar pemulihan yang lebih cepat dengan mortalitas yang lebih tinggi.

Nilai kekebalan kawanan sangat tergantung pada apakah ada alternatif jangka panjang yang lebih baik (obat atau vaksin), dan pada cakrawala apa.

Daripada kita menunggu Godot (waiting for Godot), pemerintah telah memastikan kita dipilihkan hal yang tak pasti ?. Rigth or wrong is my country !!!
____________________

References :

Pueyo, T (2020), “The Hammer and the Dance”, Blog Post, March.
Assenza, T, F Collard, M Dupaigne, P Fève, C Hellwig, S Kankanamge and N Werquin (2020), “The hammer and the dance: Health and economic objectives are not mutually exclusive after all!”, VOX CEPR Policy Portal, 15 Mei 2020.
Surat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) RI Nomor : S-336/MBU/05/2020 tentang Antisipasi Skenario The New Normal BUMN, 15 Mei 2020.