KISAH SEHARI SEBELUM JATUHNYA REZIM ORDE BARU

 

Makassar, 20 Mei 1998

Pagi jam 07:00 Pelataran PKM Unhas. Pelataran ini biasanya dijadikan lapangan upacara dosen dan karyawan Unhas bila ada perayaan hari-hari besar nasional. Pagi itu, berlangsung upacara Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), 20 Mei 1998. Semakin kencangnya situasi politik nasional, apalagi setelah melewati 18 Mei 1998 sebagian besar dosen untuk membawa jas merah almamater selain pakaian seragam KORPRI mereka. Upacara harkitnas kali ini mengingatkan kita akan kelahiran Harkitnas sendiri 20 Mei 1908, persis 90 tahun silam. Jika awal kebangkitan nasional, memperjuangkan harkat kemanusiaan dari penjajahan, ketidakadilan, hegemoni, feodalisme dan sebagainya. Situasi 1998, mahasiswa menuntut di antaranya: cabut dwifungsi ABRI, amandemen UUD 1945, adili Orde Baru, Otonomi Daerah yang seluas-luasnya, budayakan demokrasi egaliter dan penegakan supremasi hukum. Mereka mengumandang- kannya sebagai reformasi mendasar dan menyeluruh.

Pagi itu, lapangan upacara di pelataran PKM- Unhas dihadiri ribuan peserta upacara, gabungan sivitas akademika dan mahasiswa yang gerah menanti runtuhnya rezim Orde Baru. Terlihat dosen dan pegawai yang memakai baju korpri berbaris tertib mengikuti upacara Harkitnas dengan begitu hikmat.

Seusai upacara, para dosen dan pegawai Unhas tersebut membuka baju seragam KORPRI mereka, lalu menggantinya dengan jaket almamater, …….. entah di mana dan bagaimana mereka mendapatkannya. Bahkan banyak dosen terpaksa pulang ke rumahnya di kompleks dosen Unhas – Tamalanrea untuk mengambil jaket merah yang sudah lama tak tersentuh — mungkin ada yang belasan tahun, mungkin pula milik anaknya.

Keterlibatan total sivitas akademika, mulai tergalang sejak 18 Mei 1998. Selama ini, pimpinan Universitas dan Fakultas belum diajak bergabung, karena sepenuhnya mahasiswa masih didampingi PD III se-Unhas dan sejumlah dosen muda mantan aktivis kampus sebagai mitra kerja mereka, mitra dibidang kemahasiswaan dan alumni.

Namun sejak hari senin tanggal 18 Mei 1998 kami meminta pimpinan teras Unhas terlibat total sebagai bagian tak terpisahkan dari gerakan mahasiswa Unhas – gerakan mahasiswa Indonesia. Selama ini, terutama media selalu mencari sosok Rektor Unhas, tapi kami sepakat belum saatnya memunculkan. Kehadiran Rektor Unhas, Prof.Dr. Rady A.Gani dan Pembantu Rektor lainnya disertai seluruh pimpinan Fakultas, para guru besar senior, hingga pimpinan tingkat jurusan/bagian menyempurnakan : “Suara Unhas untuk gerakan Reformasi Indonesia”.

Tak heran, jika di Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ini —- Rektor ke luar dari rektorat melebur dengan barisan reformis, mengikat kain merah di lengan kiri. Saatnya, Rektor berpidato lantang —.

Rektor dan Sekretaris Senat Unhas, bergabung dengan mahasiswa.

Kehadiran Rektor Unhas, ditengah keriuhan massa aksi Solidaritas (SOLID) mahasiswa Unhas, tak hanya menghapus kerinduan mereka terhadap rektornya, tapi lebih dari itu, memperjelaskan keberpihakan rektor dan jajarannya mendukung sepenuhnya gerakan reformasi mendasar dan menyeluruh yang berkumandang di seluruh kampus perguruan tinggi di Indonesia.

“Kini Rektor Unhas sah sebagai “Bapak Reformasi” dari belahan timur Indonesia, ujar seorang aktivis mahasiswi menobatkan.

page16image57637536

Rektor Unhas, Prof. Dr. Radi A. GanI orasi di depan ribuan mahasiswa Unhas dan sejumlah guru besar
       senior.

 

 

 

 

Dikawal Tentara

Panglima Kodam VII/Wirabuana, Mayjen Suaidi Marasabessy, tepati janji — Sang Panglima ternyata mengirim panser untuk mengawal mahasiswa Unhas untuk aksi gerakan reformasi total dan menyeluruh. Panglima juga menurunkan pasukannya untuk membantu memperlancarkan arus gerakan mahasiswa menuju ke Lapangan Karebosi, Makassar untuk mengumandangkan reformasi mendasar dan menyeluruh. Kehadiran panser tersebut seakan memberi isyarat bahwa di kalangan tertentu-militer memilih ‘posisi netral’ dan berusaha ‘mengayomi’. Di atas panser, terlihat militansi mahasiswa Unhas semakin menjadi, seakan tak mengubris — jika esok : reformasi gagal total. Mungkin dibenak mereka terpatri hanya satu kata : LaWaN.

page18image57410992

Hasil ‘koordinasi’ dengan PR III PTN/PTS se- Makassar, kelihatannya — seluruh mahasiswa Makassar akan tumpah ruah di Lapangan Karebosi, jumlah yang tak sedikit karena mencapai ratusan ribu mahasiswa. Aksi Mahasiswa SOLID Unhas kini tak sendiri lagi ke luar dari pintu I kampus Tamalanrea. Sivitas akademika dan alumni telah menyatu. Kini mereka puluhan ribu — memancar cahaya merah menembus jendela kaca rumah rakyat, memantul kilau merah di aspal — sepanjang perjalanan menuju Karebosi.

Lapangan Karebosi seketika menjelma seperti Trafalgal Square, alun-alun utama tempat khusus berdemo di kota London, Inggris. Lapangan Karebosi, dijejali ratusan ribu mahasiswa, civitas academica dan alumni dari seluruh perguruan tinggi di Makassar — mereka lebur, berdemo meneriakkan yel-yel anti Orde Baru, menuntut Reformasi Mendasar dan Menyeluruh

page19image56881856

Lebih dari 30.000 mahasiswa, sivitas akademika dan alumni Unhas, berjubel memadati bagian timur Lapangan Karebosi, Makassar.

Di lapangan Karebosi telah berdiri kokoh dua panggung reformasi spesial menyampaikan orasi. Salah satu panggung tersebut merupakan panggung aksi mahasiswa SOLID Unhas. Saat itu, panggung penuh sesak demonstran reformis, mereka menyisahkan bagian terdepan panggung untuk orasi. Silih berganti tokoh- tokoh Sulawesi Selatan naik ke panggung menyampaikan orasi mereka. Salah seorang tokoh, sempat dicegat beberapa mahasiswa untuk tidak naik ke panggung reformasi tersebut karena dinilai tokoh Orde Baru.

***
Hambali, mahasiswa Fakultas Kelautan dan Perikanan Unhas, yang getol berdemo di pintu I Unhas termasuk melakukan ‘gantung diri’, menulis statusnya di facebook (20/5/2014), mengenang kisah reformasi 14 tahun silam :

“20 Mei 1998 kurang lebih massa yang tumpah ruah dari kampus UNHAS Tamalanrea 20 ribu lebih, yang tergabung pd barisan terdepan jajaran petinggi UNHAS, Pangdam VII Wiirabuana, dikawal mobil Tank dan barisan berikutnya adalah mahasiswa, dosen, karyawan, perawat, ambulance …. sebagian massa sudah tiba di Lapangan Karebosi, tapi tenyata barisan ini sangat panjang karena barisan paling belakang masih di sekitaran Tamalanrea….. makassar MERAH hari itu, sepanjang jalan orang2, ibu2, nenek2 menawarkan minum dan kue2 secara gratis bak menyambut dewi keadilan yang baru saja turun dari langit.”

Esok : Hidup atau Mati ?

Pengerahan massa ‘habis-habisan’ merupakan bagian terdalam dari suatu keyakinan akan keputusan, memilih : bangkit atau habis. Arus balik gerakan reformasi dengan tetap kuatnya rezim Orde Baru — tak hanya mencemaskan banyak orang, tapi juga bisa memelihara keraguan akan keberhasilan gerakan reformasi yang dilancarkan mahasiswa Indonesia. Ketika itu, malam yang semakin larut, sebagai “orang daerah” yang jauh dari pergulatan kekuasaan, informasi demi informasi dari Jakarta menjadi setumpuk kegelisahan. Sekitar pukul 23:35 – 00.35, kami berhasil mengontak Andi Alifian Mallarangeng. Dia menegaskan dalam teleponnya : “besok Presiden Soeharto lengser”. Kami yang lagi ngumpul, sontak kaget. Hampir semua yang hadir menyakini ucapan Andi Alifian. Ini berita besar — “besok Presiden Soeharto lengser”. Aku segera izin pamit di pertemuan “Lapangan Tiananmen”, bergegas ingin menjumpai berita tersebut kepada anak-anak SOLID di pelataran rektorat Unhas. Ternyata mereka sedang menunggu pesanan khas Sarabba dan pisang goreng. Begitu mendengar kabar yang menjanjikan itu, membuat sejumlah mahasiswa terharu, menangis tertahan. Jerih payah perjuangan mereka akan terbayar, setelah berbulan-bulan nyaris tak mencium aroma khas yang suka menetes-membasahi bantal mereka di kamar pondokannya.

Kisah Lapangan Tiananmen

Ketika separuh malam berlalu, materi pokok pikiran yang bakal diusung sebagai agenda aksi reformasi untuk esok hari ‘disinergikan’ di blok H-11 kompleks dosen Unhas Tamalanrea kediaman Taslim Arifin – Nurpuji Astuti, di depan blok H-11 ada sebuah lapangan sepakbola kompleks dosen, kemudian kami jadikan simbol lokasi perlawanan terhadap rezim Orde Baru kami sebut sebagai lapangan “Tiananmen”.9 Password atau kode rahasia lapangan “Tiannanmen” sekaligus merupakan kode rahasia pertemuan para senior – ‘mahaguru’ kemahasiswaan yang dijuluki “manusia setengah dewa” — – penerus para Wali Wanua.10 Tercatalah sejumlah senior mantan tokoh mahasiswa 70-an dan 80-an lintas perguruan tinggi kebanyakan berbasis HMI, di antaranya Qashim Mathar, Zohra Andi Baso, M. Anwar Ibrahim, Nadjamuddin, Muin Fahmal, Syamsuri Ismail, Ambas Syam, Husain Abdullah, Aswar Hasan, Hermansyah Edy, Tamsil Ibrahim, Tajuddin Rahman, Asmar Oemar Saleh, Hidayat Nahwi Rasul, Abbas Hadi, Arman Arfah. Hostnya tentu saja Taslim Arifin bersama A.Mappajantji Amin, Tajuddin Parenta, dan A.Razak Thaha. Secara selektif, terkadang diajak pula satu atau dua mahasiswa (tim SOLID) berdiskusi sebagai elit lembaga kemahasiswaan Unhas agar selalu sinergis melakoni gagasan dan strategi perjuangan.

Selain mendapat amunisi berat dari Blok H-11, tim SOLID Unhas secara non-sks (setara 2 sks) dibekali perspektif politik modern dari dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan Fisipol Unhas, Andi Alifian Mallarangeng — Doktor ilmu politik yang baru selesai studi dari Amerika Serikat.

Kehadiran Alifian seperti halnya kehadiran Husain Abdullah di lingkar SOLID Unhas sebagai “penasehat spritual”. Husain Abdullah, dosen Hubungan Internasional (HI) yang juga wartawan tivi swasta nasional terkenal — keduanya ‘anak Pare’, hadir bagai lampu stromking memantulkan cahaya dari geladak kapal-kapal kecil di sepanjang tepian Pelabuhan Pare-pare, sekitar 150 km dari Makassar.

Di sudut lain Rektorat Unhas, seringkali kupergoki, mahasiswa SOLID Unhas terutama seusai aksi di Monumen Mandala, berjejer di antara anaktangga Lantai Dasar dan Lantai 2 gedung Rektorat Unhas, mengevaluasi isue-isue gerakan mereka. Maklum, poros tersebut merupakan jalur-manual ke ruangan kantorku, Lantai 2 rektorat. Apalagi, mereka telah “mendaulat” ruang kerjaku di lantai 2 itu, juga merupakan ‘sekretariat utama’ SOLID Unhas. Di jalur manual tersebut, terkadang elit-SOLID“menghadang” Prof. Burhamzah, Prof. Mappa Nasrun, Prof. Halide, Prof. Sadly A.D., Prof. Arifin Sallatang dan beberapa dosen senior lainnya yang populer di mata mahasiswa, untuk menambah amunisi mereka.

Dapur lainnya tempat menambah amunisi intelektual SOLID Unhas, sumber dari Tim A. Mappadjantji Amin, Pembantu Rektor bidang Perencanaan, Pengembangan dan Kerjasama (PR IV) Unhas yang dikenal memiliki tim tangguh – ‘pemikir rektorat’.

Selama awal bulan Mei sampai Juni 1998, ketika mereka melakukan serangkaian simposium Sivitas Akademika memperkuat gagasan Otonomi Daerah yang Berkedaulatan dan Berwawasan Nasional, selalu ramai dihadiri gurubesar kebanggaan para mahasiswa seperti Prof. Mattulada dan Prof. WIM Poli, dosen dan budayawan Ishak Ngeljaratan. Simposium tersebut mendapat dukungan kalangan kampus, LSM dan tokoh masyarakat Sulawesi Selatan.

***

Aksi SOLID Unhas

LEMBAGA kemahasiswaan Unhas bernama Solidaritas Mahasiswa Unhas disingkat SOLID, tidak hanya berdemo setiap hari bersama komponen mahasiswa Indonesia lainnya, tetapi berhasil merumuskan pokok- pokok pikiran cemerlang dalam sebuah buku reformasi bertajuk; Pekik Dari Seberang Lautan Yang Terjarah.

Pasca Soeharto – 21 Mei 1998 – kecenderungan politik nasional mengarah pada perkembangan yang kurang strategis bagi gerakan mahasiswa. Kecenderungan negatif tersebut ditandai oleh polarisasi gerakan pro-reformasi secara horisontal antar kelompok-kelompok kepentingan. Pasca kemenangan kelompok pro-reformasi yang merupakan kecelakaan besar bagi pendukung status quo berwujud dalam bentuk yang ekstrim berupa pertentangan antar kelompok kepentingan, tidak terbatas pada polemik, namun lebih jauh pada konflik terbuka yang melibatkan massa.

Pertarungan di tingkat elit politik nasional melibatkan secara langsung kelompok paling bawah karena dimotivasi oleh keinginan-keinginan untuk mengisi orde reformasi dengan konsep tentang bangsa Indonesia ke depan. Aksi Solidaritas Mahasiswa Unhas dalam menanggapi hal tersebut adalah wajar dan manusiawi dalam tatanan politik yang kurang mapan yang segera direkayasa oleh orde baru. Idiom-idiom pembangunan dan perubahan menjadi wacana setiap kelompok, sasarannya adalah menarik pengikut dan memperlebar, memperbesar serta memperluas pengaruh dan wilayah isu.

Perdebatan pada elit politik nasional telah melampau batas-batas imajinasi dan bahkan mengarah pada disintegrasi nasional sebagai upaya balkanisasi yang direkayasa oleh kelompok tertentu yang tidak puas dan trauma dengan garis pemerintahan Soeharto selama 32 tahun orde baru. Potensi konflik dalam batas-batas primordialisme dan sektarianisme yang sangat sempit seakan tidak terelakkan sebagai bukti bahwa tatanan politik nasional masih sangat kuat dipengaruhi oleh gaya politik aliran. Dampak negatifnya karena ditanggapi secara emosional oleh angkatan dan golongan tertentu sebagai wilayah konflik yang sangat berbahaya dan merugikan persatuan nasional ke depan.

Wilayah perdebatan semakin melebar tidak hanya pada persoalan konstitusional dan inkonstitusionalnya pergantian kepemimpinan nasional, namun lebih jauh melebar ke dalam persoalan monoloyalitas sipi., perlu tidaknya dwi fungsi ABRI, pembubaran Golkar, perubahan beberapa Tap MPR dan proses amandemen untuk merubah Undang-Undang Dasar 1945 terutama pada beberapa pasal yang dianggap bertentangan dengan semangat (sukma) reformasi mendasar dan menyeluruh. Dalam menyikapi kecenderungan tersebut, Aksi Solidaritas Mahasiswa Universitas Hasanuddin memandang stategis untuk tidak larut dalam polemik di atas namun menggagas berbagai alternatif pemecahan dan arah pembangunan nasional multidimensional ke depan dengan terfokus pada kajian tentang pemberdayaan wilayah.

Gagasan tersebut pada dasarnya sejak beberapa tahun sebelumnya telah menjadi titik sentrum perjuangan Mahasiswa Unhas hingga beberapa waktu terakhir sejak turunnya Soeharto, tuntutan pemberdayaan wilayah telah menjadi wilayah isu yang sangat strategis. Artinya, bawah konsep di atas tidak dilahirkan begitu saja, tetapi melalui perdebatan panjang diantara mahasiswa Unhas dan sivitas akademika lainnya, baik dalam forum resmi maupun informal.

Kajian akademik terhadap pemberdayaan wilayah khususnya pola perimbangan keuangan pusat dan daerah menjadi mata kuliah tersendiri di salah satu fakultas di Unhas dalam bentuk mata kuliah kajian Keuangan Daerah sebagai salah satu konsentrasi di bidang keuangan. Artinya, secara formal kajian akademik terhadap persoalan ini telah menjadi konsensus bersama di Universitas Hasanuddin.

Untuk memformulasi hal tersebut menjadi sebuah sikap politik, maka dilaksanakan suatu simposium terbatas yaitu gagasan Unhas tentang visi sivitas akademika dalam frame reformasi mendasar dan menyeluruh. Ide tersebut lahir dari diskusi kecil di Kota Wisata Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa tanggal 25 Mei 1998. Melalui kelompok kerja Aksi Solidaritas Mahasiswa Unhas, disusun pokok-pokok pikiran dalam bentuk tanggapan mahasiswa Unhas terhadap kepemimpinan transisi pasca Soeharto.

Formulasi konsep tersebut, secara bersama-sama olwh beberapa Ketua Senat Mahasiswa Fakultas se-Unhas yang dikoordinir Aryanto Wisesa (Koordinator Meja) dan M. Syarkawi Rauf (Koordinator Pokja), menyampaikan hal tersebut kepada Rektor Unhas, yang kemudian disepakati beberapa agenda untuk didiskusikan lebih jauh, khususnya tentang perubahan paradigma pembangunan, pemberdayaan wilayah dan proses reformasi mendasar dan menyeluruh. Diskusi hari itu, berlangsung alot antara Tim Solid dan Rektor Unhas yang kemudian disepakati untuk melaksanakan simposium dalam dua tahap selama empat hari. Tanggal 25-27 Mei 1998 dilaksanakan simposium terbatas di Pusat Kajian Kependudukan Unhas, kemudian ditindaklanjuti dengan Simposium Sivitas Akademika tanggal 2 Juni 1998.

Pertemuan tanggal 25 Mei 1998 menghasilkan beberapa rumusan dasar yang terfokus pada agenda Otonomi Daerah yang Berkedaulatan dan Berwawasan Nasional sebagai agenda Unhas ke depan. Simposium dibagi ke dalam beberapa komisi yang masing-masing komisi dikordinir oleh mahasiswa yang melibatkan beberapa Guru Besar yang dianggap kapabel untuk persoalan tersebut.

Kelompok Kerja (Pokja) representasi para Ketua Umum Sema Mahasiswa Fakultas : Aryanto Karma Wisesa (Kelautan); Abdul Azis (Kedokteran); Wahyudi Hasbi (MIPA); Badaruddin (Teknik); M. Nur Alamsyah (Fisipol); Arsanty Handayani (Hukum); Andi Muhammad Sadat (Ekonomi); Mastan

26

(Perikanan); Yahya Thamrin (Kesmas); Usman (Peternakan); Radi Abdullah (Kedokteran Gigi); Muh. Ramlan (Pertanian & Kehutanan); dan Fajri Said (Politeknik).

Komisi (tim perumus) dibagi menjadi empat yaitu Komisi Politik; Nurdin Pasokkori (Fisipol, koord), Adi Adnan (Fisipol), Moch. Lutfhie Noegraha (FMIPA). Komisi Ekonomi; Muh. Syarkawi Rauf (Fak. Ekonomi, koord), M.Irfan (Fak. Teknik), Musadri Amir (Fak. Kedokteran), A.Muhammad Amrin (Fak. Ekonomi). Komisi Hukum; Syamsuddin Baharuddin (Fak. Teknik, koord), Arshanty Handayani (Fak. Hukum), M.Akbar (Fak. Teknik). Komisi Sosial Budaya; Sudirman HN (Fak. Kedokteran, kord), Abdul Mu’ti (Fak. Kedokteran).

Keterlibatan beberapa Guru Besar dalam simposium dimaksudkan untuk lebih memperkaya nuansa dan memberi legitimasi teoritis terhadap rumusan yang ada. Sedikit berbeda dengan buku reformasi Universitas Indonesia lebih mengedepankan guru besarnya. Tanggal 26 dan 27 Mei 1998, pelaksanaan sidang komisi di beberapa tempat; Pusat Kajian Kependudukan Unhas, Ruang Rapat D Rektorat Unhas, Ruang Rapat B Rektorat Unhas, Ruang Rapat Pembantu Rektor IV yang ditempati oleh masing-masing komisi dari pukul 08.00 – 14.00 BtaWi, yang secara umum disimpulkan dalam satu tema “Pekik Dari Seberang Lautan Yang Terjarah”.

Untuk lebih memperkaya konsep tersebut dengan landasan teoritis akademik, maka pada tanggal 2 Juni 1998 dilaksanakan Simposium Sivitas Akademika dengan tema Visi Unhas Tentang Reformasi Mendasar dan Menyeluruh. Simposium tersebut dihadiri oleh Senat Universitas, Senat Fakultas, Ketua-Ketua Jurusan se-Unhas, Ketua-Ketua Lembaga Mahasiswa. Program Pasca Sarjana Unhas, LSM dan LBH serta beberapa tokoh masyarakat di Ujungpandang. Simposium dilaksanakan di Gedung Research Center Universitas Hasanuddin.

Kesimpulan dari pertemuan tersebut adalah disepakatinya tema “Pekik Dari Seberang lautan Yang Terjarah” beserta isinya yang telah disempurnakan sebagai agenda bersama Universitas Hasanuddin. Setelah melalui beberapa kali tahapan penyempurnaan oleh Pokja Aksi Solidaritas Mahasiswa

27

Unhas dengan masing-masing komisi, melahirkan suatu ‘blinder’ tentang Pokok-Pokok Pikiran Agenda Reformasi Politik, Ekonomi, Hukum dan Sosial Budaya, lalu disampaikan kepada lembaga- lembaga terkait di Jakarta.

Konsep reformasi tersebut telah diterbitkan dalam bentuk buku berjudul ““Pekik Dari Seberang Lautan Yang Terjarah”.12 Yang perlu cermati dari konsep tersebut dijadikannya sebagai bagian tersendiri dari aksi intelektual Solidaritas Mahasiswa Unhas dalam upaya memberi konstribusi pemikiran terhadap konsepsi nasional, untuk dijadikan sebagai salah satu agenda nasional dan menjadi catatan tersendiri bagi pemerintahan transisi sebagai suara lantang dari belahan timur Indonesia, wilayah kaum yang terjarah.

Disamping itu, diharapkan pula agar perdebatan akademik dan pergumulan intelektual tetap menjadi bagian terdepan dari aksi-aksi reformasi yang dilakukan oleh mahasiswa sehingga dapat melahirkan la ngkah- langkah alternatif guna memecahkan krisis multi- dimensional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Diharapkan pula buku ini dapat menjadi bukti sejarah bahwa Aksi Solidaritas Mahasiswa Unhas telah mengukir sejumlah pemikiran cerdas mereka.