SOSOK & SISIK : AMRAN RAZAK, DEMONSTRAN PENYAIR ?

Oleh :  Mahrus Andis 

Mari pejamkan mata. Sejenak kita bayangkan kampus UNHAS Baraya di akhir 1970-an. Halaman yang cukup luas, milik Fakultas Kedokteran, tempat mahasiswa baca puisi seraya menggelar demonstrasi menuntut “Kearifan Tuhan”. Di halaman kampus itu, sebuah Jeep Willys milik Walikota, pernah menjadi arang dibakar oleh mahasiswa.
Teruslah menutup mata, geser bayangan ke sekitar kampus. Di sana, ke arah Masjid Raya, ada sebuah lorong sempit dan padat Daeng Becak, bernama Lorong Kambing. Masuk di lorong itu, sedikit berliku melewati gang, di situlah Amran Razak “berkantor”. Rumah kecil Amran Razak sering saya sebut kantor. Sebab, setiap saat kami sering berkumpul di situ, menyusun projek demontrasi, menulis puisi dan menerbitkan buletin yang kami namakan “Romoromo”. Buletin ini, selain sebagai media berlatih menulis, juga menjadi alat perjuangan kami melawan “Penjajahan Hawa Nafsu”.
Disebut Lorong Kambing, karena dulu, di sini banyak kambing yang dipasarkan oleh pemiliknya. Di lorong inilah Amran Razak bersama kawan-kawan berkonsentrasi menunggu ide untuk menulis puisi, sekaligus menanti polisi menjemput ke ruang interogasi.
Bagi kami di kampus Baraya, puisi dan polisi adalah lahan yang subur melahirkan kreasi untuk kepentingan pencerdasan bangsa. Bahkan, bagi Amran Razak, puisi dan interogasi adalah wahana rekreasi bagi jiwa-jiwa yang letih. Inilah sukma perjuangan keruhanian seorang Amran. Dan ia tuliskan lewat puisi berikut:

DEMO

Demo adalah pesta
di mana bendera dan spanduk hati digenggam
dan ditancapkan
Barisan yang tak teratur,
jas almamater yang berwarnawarni
adalah tarian suci penanda gelisah.
Gas air mata, hanyalah pembasuh muka.
Luka-luka adalah bukti absensi kehadiran.
Kematian menjadi misteri duka, dan kealpaan nawacita.

(Dikutip dari Buku
“Tamalanrea”:
Sajak-sajak cinta
dari kampus
merah Unhas,
1980-1990, hal. 4)

Amran Razak lahir di Makassar 2 Januari 1957. Sejak mahasiswa, ia menulis puisi dan cerita pendek. Karyanya dimuat di berbagai media cetak lokal dan buletin mahasiswa, semisal “Balance Pers Group” (BPG-Unhas).
Amran Razak, alumni Fakultas Ekonomi Unhas Makassar. Dia memulai kuliah tahun 1976. Penggabungan Fakultas Ekonomi-Sospol-Sastra dan Hukum ke dalam Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Budaya (FIISBUD) semakin mengaburkan posisi kemahasiswaan Amran. Karena aktif menulis puisi, membuat banyak orang mengiranya mahasiswa Sastra.
Bersama Mahrus Andis, Ridwan Effendy (alm.) dan Amri Tandulangi (alm), lelaki Makassar yang berwajah Ambon manise ini, mendirikan Sarikat Penyair Mahasiswa Unhas (1981). Perkumpulan ini sebagai bentuk perlawanan terhadap seniman senior di kampus dan Dewan Kesenian Makassar. Belakangan Bersama Roel Sanre, Moch. Yayath Pangerang dan sejumlah aktivis kampus lainnya, Amran membuat buletin Romoromo, berisi tumpukan kritik terhadap dominasi seniman dan budayawan senior, terutama di Dewan Kesenian Makassar.
Sajak-sajak Amran Razak, dengan latar belakang sebagai demonstran, diwarnai suasana perlawanan. Sajak-sajaknya terbilang pendek, menukik dan bergaya bahasa pamflet.
Selain puisi protes, Amran pun menulis puisi-puisi cinta. Salah satu puisinya yang bertema cinta adalah sebagai berikut:

NYANYIAN SUNYI SANG DEMONSTRAN

Bukan lantaran bayanganmu tak tersentuh
tapi jarak merindu memakan waktu
Barisan pendemo menabur gendang damai
tapi kau tak kujumpai di sepanjang langkah
nyanyian pendemo
Engkau adalah masa lalu
Yang mengambil ruang dalam rinduku.

25/09/2019

Seingat saya, puisi di atas dia tulis di saat-saat Amran jatuh cinta pada seorang mahasiswi Sastra. Amran Razak berjiwa romantis. Namun kelemahannya adalah menyatakan cinta secara langsung di hadapan perempuan yang dicintainya.
Selama beraktivitas sebagai tokoh mahasiswa, Amran Razak banyak menulis buku. Beberapa Kumpulan Puisinya dapat dicatat sebagai berikut:
1. “Petisi Kepada Tuhan”, berisi sajak-sajak pamflet yang memprotes penguasa Orde Baru (Orba). Gaya bahasa sajak ini menggunakan simbolisme yang intinya meminta kepada Tuhan agar mahasiswa terhindar dari penangkapan Laksus Pangkopkamtipda.
Kumpulan sajak ini pernah dibacakan ketika Studi Tour Mahasiswa FIISBUD di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, dan dihentikan karena dianggap berbahaya.
2. “Tampomas dalam Puisi”, berkisah tentang tenggelamnya kapal Tampomas II di Masalembo, di mana keluarga Amran Razak dari Poso tak ditemukan mayatnya. Kumpulan Puisi ini di editori oleh Sastrawan Nasional, S.Sinansari Ecip.
3. “Sajak-sajak Malam”, merupakan
Kumpulan Puisi yang ditulis oleh mahasiswa Unhas dan dibacakan pada acara Perkampungan Mahasiswa Urakan, FIISBUD-Unhas, 1980. Kegiatan ini mencontoh jejak Sastrawan W.S. Rendra yang, sebelumnya, membuat Perkampungan Urakan di Jogyakarta.
4. “Napas Kampus”,
Kumpulan Puisi yang dimuat dalam penerbitan rubrik puisi surat kabar kampus (skk) Identitas Unhas, dengan editornya Anil Hukma.
5. “Sosok itu”, sebuah
Kumpulan Sajak yang berkisah tentang Sang Ibu, kebanggaannya. Kumpulan ini
dibacakan untuk pertama kali di Dewan Kesenian Makassar (DKM) oleh para sahabatnya, a.l, Ridwan Effendy dan Rahyuddin Nur Cegge dengan paduan puisi dari SMA Sawerigading.
6. “Tamalanrea”, berisi sajak-sajak cinta dari Kampus Merah Unhas. Buku ini merupakan
Kumpulan Sajak beberapa penyair Unhas yang juga sebagai aktivis mahasiswa di tahun 1980-1990.
Demikian sejenak mengingat seorang mantan aktivis kampus yang memanfaatkan puisi sebagai media demonstrasi melawan kebijakan yang dianggap menyimpang dan tidak manusiawi.
Prof. Dr. Amran Razak, saat ini, tercatat sebagai Guru Besar pada Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS. Ketika menjabat selaku Pembantu Dekan III Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM)-Unhas, Amran menggagas Pertemuan Penyair Makassar I–III di selasar Rektorat Unhas, Kampus Tamalanrea. Pertemuan ini dinilai sebagai perekat penyair makassar dan penyair kampus, terutama mahasiswa.
Pada saat itu pula, Amran bergabung di Dewan Kesenian Makassar. Dan saat menjabat Pembantu Rektor III Unhas bidang kemahasiswaan & alumni, Amran dipercaya menduduki Ketua IV di kepengurusan Dewan Kesenian Makassar.
Memahami lebih jauh sosok dan sisik seorang Amran, dapat dibaca di dalam buku otobiografinya yang berjudul “Demonstran di Lorong Kambing”. *

-Makassar, 15 Mei 2023-