Menjaga Harmoni Pilgub Sulsel

 Petapa memiliki ‘ roh’ tak kunjung mati,

Petapa s’lalu terjaga,  tak pernah tidur.

Terpanggil ketika petaka mengancam bumi. 

Gundah gulana menyelimuti hati Sang Petapa, tak lama lagi Pemilihan Gubernur (Pilgub)/Wakil Gubernur (Wagub) Langsung periode 2007-2013 akan menggelinding di Sulawesi Selatan (Sulsel). Tugasnya mengantar demokrasi Indonesia, ternyata belum tuntas.

Senandung demokrasi Pilgub/Wagub Sulsel ‘bisa jadi lain’, bakal bernada sumbang, gusar sang petapa.  Jika saja, sejak awal bergulirnya agenda Pilgub/Wagub Sulsel berjejeran kandidat nan pantas merentang tantangan bakal calon di Pilgub/Wagub Sulsel, mungkin hatinya tak begitu gundah gulana.

Pemilihan Gubernur (Pilgub)/Wakil Gubernur (Wagub) Langsung masih merupakan wahana politik baru, apalagi di tingkat daerah dengan kedekatan kesamaan atau perbedaan latar budaya, suku dan keyakinan bisa rentan konflik horizontal.

Pola rekrutmen dan legitimasi anggota KPUD merupakan ujian tersendiri untuk menegakkan kewibawaan, keterampilan memimpin dan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan konsisten. Keraguan KPUD dalam bersikap akan berbuah kecurigaan, ketegangan, dan menimbulkan dugaan bias.

Petapa faham, sikap terdidik seorang petapa dalam menebar ilmu adalah ‘netral’. Ia sekonyong mengabaikan hal itu, menganggap sikap netral dalam menata demokratisasi melalui Pilgub/Wagub di Sulsel, bakal menjadi proses pembiaran, bukan proses pendewasaan berdemokrasi sesuai amanat reformasi. Pilgub/Wagub Sulsel harus dikawal.

Kegelisahan zahid – sang petapa, ternyata dirasakan pula petapa-petapa lain. Mereka ke luar dari pertapaannya, bergabung dalam serikat-pemerdekaan, menjaga harmoni demokratisasi di Sulsel.

Jejaring petapa teruji masa, menggumpal pada kesamaan jeritan intelektual dan kelembagaan kaum zahid.

Risau mencuat, lantaran prediksi politikal – hanya dua pasangan kandidat ke arena Pilgub/Wagub Sulsel akan menabur ‘perang terbuka’.

Entah bagaimana ihwalnya, muncul pasangan kandidat ketiga AZIS-MUBYL. Azis memiliki tim pejuang berbasis KPPSI yang solid. Apalagi Azis dan Mubyl keduanya ‘dedengkot HMI’. Azis mantan Ketua Umum HMI Cabang Makassar dan Mubyl sedang menjabat Ketua Korps Alumni HMI (KAHMI) Wilayah Sulawesi Selatan, pengusaha sukses. Bagi para petapa, kehadiran AZIS-MUBYL adalah ‘doa yang terkabulkan’.

***

Pemilukada seringkali menjadi persaingan pribadi memperebutkan kekuasaan di daerah yang bisa sangat emosional, dan apabila tidak diawasi dengan ketat, bisa berujung pada kekerasan bahkan bisa mengarah pada pertumpahan darah. Isu kesukuan sangat sensitif di wilayah pemilihan Sulawesi Selatan. Konfrontasi tak terelakkan, jika para pecinta dan penjaga demokrasi tak waspada sejak dini. Kemacaten politik akan menyumbat ruang-ruang dialogis kemanusiaan.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.

Pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulsel menampilkan tiga pasangan calon; Pertama : ASMARA, pasangan ini terdiri atas Amin Syam (gubernur incumbent, Ketua DPD Partai Golkar Sulawesi Selatan) – Mansyur Ramli (rektor Universitas Muslim Indonesia). Diusung Partai Golkar, PD, PKS. Kedua :  SAYANG, pasangan ini terdiri atas Syahrul Yasin Limpo (wagub incumbent,  kader Partai Golkar) – Agus Arifin Nu’mang (ketua DPRD Sulsel, sekretaris DPD Partai Golkar Sulsel). Diusung koalisi PDIP, PAN, PDK dan PDS.  Ketiga : AZIZ-MUBYL, pasangan ini terdiri atas Aziz Kahar Muzakkar (anggota DPD) – Mubyl Handaling. Diusung PPP dan PBB.

Gubernur Tamalanrea

Kemenangan Azis-Mubyl sudah terduga, tercatat meraih suara dominan di perdos Unhas Tamalanrea.  Fenomena yang sama terjadi pula di perdos Unhas Baraya dan Jalan Sunu.

Kemenangan istimewa di Kecamatan Manggala terutama di perumahan pegawai dan dosen Unhas, pasangan Azis-Mubyl mendominasi perolehan suara di kecamatan ini dengan jumlah 29.709 suara disusul Syahrul-Agus sebanyak 14.509 suara dan Amin-Mansyur dengan peroleh suara 10.440 suara.

Para petapa di Tamalanrea itu, tak bisa menyembunyikan rasa sukanya. Mereka bilang telah memiliki Gubernur pilihannya, “Gubernur Tamalanrea” – Azis Kahar Muzakkar.

Hasil pilkada telah ditetapkan KPUD Sulsel pada 16 Nopember 2007, dengan komposisi perolehan suara:  SAYANG, dengan 1.432.572 suara (39,53 %), unggul tipis  25.689 suara (0,77 %). ASMARA, dengan 1.404.910 suara (38,76 %), sedangkan AZIZ – MUBYL, dengan 786.792 suara (21,71 %).

Sekali lagi, berkat dari kehadiran AZIS-MUBYL bagi para petapa dengan  proporsi suara 21,71 % memberi kemaknaan ‘penyejuk’ pilgub/wagub Sulsel 2007-2013, menihilkan pemenang dominan.

Ada kekhawatiran, pilkada ulang di empat kabupaten ini akan mengubah hasil pilkada yang ditetapkan KPU Sulsel (punya wilayah 23 kabupaten/kota).

Hasil pilkada Sulsel di empat kabupaten tersebut, pasangan SAYANG unggul 120.861 suara dibandingkan pasangan ASMARA. Rinciannya adalah  ASMARA di Kabupaten Tana Toraja 33.827 suara, Gowa 46.880 suara, Bantaeng 28.824, dan Kabupaten Bone 255.801 suara.  Jumlah 365.332 suara [38,23 %].

Pasangan SAYANG di Kabupaten Tana Toraja 138204 suara, Gowa 266.025 suara, dan Bantaeng 43.311 suara, dan Kabupaten Bone 38.653 suara. Jumlah 486.193 suara [50,87 %]. Sedangkan pasangan AZIZ-MUBYL di Kabupaten Tana Toraja 9.247 suara, Gowa 25.803 suara, Bantaeng 14.169 suara, dan Kabupaten Bone 54.957 suara. Jumlah 104.176 suara [10,90 %].

Pilkada Sulsel 2007 sempat menjadi polemik, pasca kemenangan Sayang. Pasangan Asmara mengajukan Gugatan ke MA, dimana MA kemudian memutuskan  untuk  dilakukan pilkada ulang di empat kabupaten, yakni di Bone, Gowa, Tana Toraja dan Bantaeng.  Pihak KPU Sulsel mengajukan peninjauan kembali (PK). Sempat terjadi aksi massa pula menolak putusan MA ini, dan pada akhirnya pasangan Sayang (Syahrul dan Agus) dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel periode 2007 – 2013.

Kesenangan bukan Kemenangan

AZIS-MUBYL = kalah, seperti halnya AZIS-MUBYL = menang ?. “Nggak ngaruh” meniru ucapan Bachrianto pada suatu malam di Warkop Phoenam Kemenangan bukan tujuan utama para petapa. Mereka hanya ingin menikmati KESENANGAN, melewati masa kritis Pilgub/Wagub di Sulawesi Selatan.

Lalu ….., para petapa kembali seperti sediakala — bertapa sungsang di pohon kehidupan nan sunyi di belantara Tamalanrea.