“Saya bersedia mengundurkan diri jika itu penyelesaiannya.
Mohon maaf saya sebentar lagi pensiun,
tapi jangan korbankan institusi Polri”(Irjen Adang Rochjana – Kapolda Sulselbar)
***
Sejak awal dirinya selalu dibayang-bayangi omongan seorang sahabatnya, agar tak berminat mencalonkan diri sebagai Ketua Korps Alumni HMI (KAHMI) wilayah Sulawesi Selatan. Alasan sang sahabat :
“jangan mako coba-coba jadi Ketua KAHMI kalo belum kayaraya”, mengingatkan.
Dasar dirinya ‘keras hati’, ternyata tak menggubris omongan sahabatnya itu.
Ia berkeyakinan lain; memang dirinya tak kaya, tapi kalau meminta bantuan dari ‘sehimpunan’n biasanya diberikan karena peruntukannya jelas demi kepentingan organisasi.
Atas dasar keyakinan itulah ia bertekad mencalonkan diri sebagai Ketua Presidium KAHMI Wilayah Sulawesi Selatan, akhir 2009. Apalagi Mubyl Handaling dan Arman Arfah (Ketua dan Sekretaris KAHMI – demisioner) sudah ‘menggadang-gadang’ dirinya menggantikan Mubyl. Pertimbangan Mubyl saat itu amat sederhana :
“Kita kasih giliran akademisi”, usul Mubyl .
“Khan sudah mi birokrat dan pengusaha”, tukas Mubyl.
Ketika itu, ia menyatakan siap menerima amanah tapi mengajukan satu syarat bila terpilih, Mubyl harus memberikan dukungan penuh – fasilitas sekretariat minimal sama ketika Mubyl jadi Ketua. Mubyl yang didampingi Rahmatia – KOHATI (isteri Mubyl), tersenyum bersamaan seakan tak keberatan.
Ternyata, konstalasi sistem pemilihan Ketua Majelis Wilayah KAHMI Sulawesi Selatan berubah di Muswil V. Adil Patu berhasil mengarahkan Muswil mengikuti struktur kepemimpinan Majelis Nasional berbentuk Pimpinan Kolektif.
Hasil Muswil V KAHMI Sulawesi Selatan, memilih lima Ketua Pimpinan Kolektif Majelis Wilayah (PKMW) Sulawesi Selatan periode 2009 – 2014 masing-masing Ninik F. Lantara (20), Amran Razak (20 suara), disusul Tobo Haeruddin (11 suara ), Imam Mujahid (11 suara) dan Nur Azis Talib (10 suara).
Dalam rapat awal pimpinan kolektif, disepakati dirinya sebagai Ketua Harian pertama PKMW KAHMI Sulawesi Selatan. Ketua harian selanjutnya akan digilir masing-masing ketua kolektif dengan masa bakti setahun.
***
Saat proses kepemimpinannya mulai dilakoni, terjadi penyerangan wisma HMI Botolempangan (Botlem). Pelaku penyerangan disinyalir sejumlah oknum polisi dari Densus 88 Polda Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar). Di dalam surat resmi Pengurus HMI Cabang Makassar ditandatangani Amal Sakti selaku Ketua Umum kepada PKMW – KAHMI Sulawesi Selatan, dituliskan kronologis penyerangan bermula dari aksi demo sejumlah aktivis HMI Universitas ’45 di depan kampus mereka menuntut penyelesaian Skandal Bank Century, rabu sore 3 maret 2010. Ritual demo pun tersaji, memblokir jalan Urip Sumoharjo dan membakar ban bekas. Ketika demo berlangsung terjadi ‘kesalahpahaman?’ antara pendemo dengan oknum aparat ‘Densus 88’. Negosiasi kedua pihak tak berhasil, merasa terdesak. Para pendemo lalu melanjutkan aksinya ke wisma HMI di Botolempangan 39. Ketegangan antara pendemo dan aparat kepolisian mulai merebak ketika malam tiba, meledak jadi penyerbuan wisma HMI.
Gebrakan pintu kaca – pecah dengan gagang pistol, terjangan disertai gumpalan bogem mentah aparat penyerbu hampir merata mengenai para pendemo.
Kaca-kaca jendela berserakan di Sekretariat HMI Cabang Makassar di Jl Botolempangan, Kamis (4/3/2010), setelah diserbu polisi. Penyerbuan brutal itu memancing reaksi mahasiswa dan alumni HMI. (TRIBUN TIMUR/OCHA ALIM)
Bentrok tak terhindari antara anak HMI dan polisi, menyebar dan membahana menguras waktu 3 hari. Solidaritas Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) seantero Indonesia menggema.
Korban pun berjatuhan, Kapolwil Makassar Timur dan Kapolrestabes Makassar dicopot, 3 polisi pelaku penyerangan dibui dan seorang “pendemo?” jadi tersangka.
***
Sebelumnya, di Forum Silaturahmi Ketertiban Kota yang digagas Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin jumat malam (5/3/2010) di rujabnya, kuat desakan mencopot Kapolda Sulselbar Irjen Adang Rochjana yang mengemuka dari korban penyerangan HMI wisma Botlem. Bersamaan pesan singkat Neta S. Pane, Ketua Presidum Indonesia Police Watch (IPW) kepada Kompas.com jumat (5/3/2010) mendesak Kapolri mencopot Kapolda Sulselbar.
“Saya bersedia mengundurkan diri jika itu penyelesaiannya Mohon maaf saya sebentar lagi pensiun, tapi jangan korbankan institusi Polri” kata Adang di hadapan Forum itu .
Seketika dirinya tergugah mendengar penuturan tulus Kapolda tersebut. Ia pun gelisah, minta bicara :
“Kalau Kapolda dicopot, saya juga mengundurkan diri”, bernada haru dan simpati.
Maklum – saat itu, dirinya adalah Ketua Harian Pimpinan Kolektif Majelis Wilayah (PKMW) Korps Alumni HMI (KAHMI) Sulawesi Selatan, pimpinan tertinggi di tubuh KAHMI Sulawesi Selatan.
Sontak hadiran terkesima – hening sejenak, ketika itu forum dihadiri sejumlah rektor PTN/PTS, pengurus teras HMI dan KAHMI, kepolisian dan pemerintah kota serta sejumlah tokoh masyarakat. Ia berbicara menimpali, berusaha menggusur ketegangan ;
“Kita semua mengaku pejuang ummat, tapi — mengapa setiap benturan harus mengorbankan ummat ?”, gugatnya.
Seusai pertemuan forum silaturahmi hingga akhir masa tugasnya sebagai Kapolda Sulselbar, Irjen Adang tak tercopot.
Sedikitnya di dua pertemuan penting di Makassar, Irjen Adang Rochjana seakan berusaha menyempatkan diri mengutarakan pada khalayak jika dia adalah ‘penyelamat’ Adang.
***
Malam seusai penyerangan wisma HMI Botlem (4/3/2010), Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin langsung bertandang ke TKP – wisma Botlem. Kedatangan Ilham, disambut hangat sejumlah pengurus HMI dan KAHMI.
Detik itu , ia teringat sesuatu, merasa tak enak jika aparat Pemprov Sulawesi Selatan tak bertandang malam itu. Tak terasa, ia berpikir ala KAHMI wilayah.
Ia lalu membujuk Agus Arifin Nu’mang, Wakil Gubernur Sulawesi Selatan untuk mengunjungi wisma HMI yang porak-poranda, tentu saja setelah ‘berembuk’ Pimpinan kolektif KAHMI lainnya; Tobo Haeruddin dan Nur Azis Thalib bersama Hamid Paddu, Mubyl Handaling dan Ketua Umum HMI Cabang Makassar – Amal Sakti.
Ternyata, Agus merespon, dia segera ke wisma HMI Botlem. Blokir pembatas di sudut jalan Botolempangan berupa palang bambu dan kayu serta onggokan batu — dibuka. Agus terharu melihat beberapa ruangan di wisma HMI berantakan. Kedua pimpinan daerah tersebut merasa prihatin, berjanji akan membantu perbaikan wisma secepatnya.
***
Sabtu siang, setelah semalam menghadiri Forum Silaturahmi Ketertiban Kota di rujab Walikota Makassar di tepi Pantai Losari, KAHMI Sulawesi Selatan mengadakan pertemuan dengan sejumlah alumni dan tokoh HMI. Walau semalam belum ada kesepakatan, lantaran HMI Cabang Makassar tetap berkeras meminta Kapolda dan Kapolwiltabes dicopot. Meskipun demikian, para pihak yang hadir di Forum Silaturahmi semalam bersepakat mengembalikan suasana kondusif di kota Makassar.
Pertemuan siang itu, bergulir ide memperbaiki sekretariat HMI Makassar yang rusak setelah diserang sejumlah oknum aparat terlatih dari kepolisian, KAHMI sepakat untuk mengumpulkan dana renovasi. Rencananya, dana yang akan dikumpulkan berjumlah Rp. 300 juta dan dana awal sebesar Rp. 100 juta dari Walikota Makassar, bersamaan sumbangan wagub Sulsel – Agus Rp. 25 juta. Sisanya akan dikumpulkan dari donasi alumni HMI.
Beberapa saat kemudian, ia iseng ‘berinspeksi’ di ruang depan wisma HMI yang masih dibiarkan porak-poranda, ia menengadah ke tembok-tembok dinding, dirinya terusik pajangan deretan foto-foto mantan Ketua Umum HMI Cabang Makassar. Spontan ia menelpon beberapa orang di antara pemilik foto tersebut;
“Ehhh…Bro waspada ko semua, kalau kalian tidak menyumbang perbaikan wisma Botlem, maka foto-foto kalian saya turunkan paksa … selamaaaanya”.
Ia bersama beberapa alumni dan pengurus HMI via speaker HP-nya memperdengarkan jawaban – LIVE Kairuddin Nur dan Ibnu Munzir Bakri – Emon dari Jakarta, keduanya bersedia menyumbang sesuai syarat minimal ajuan dirinya, Rp. 10 juta.
Sejumlah pengurus KAHMI dan KOHATI serta pengurus HMI Cabang tersenyum lebar mendengar percakapan itu, kocek dana awal renovasi wisma botlem bertambah lagi.
Semangat merenovasi kerusakan wisma HMI Botlem berubah menjadi semangat mendirikan bangunan baru, setelah menerima kucuran dana dari ratusan alumni HMI. Umumnya alumni HMI itu pernah menikmati pengkaderan di wisma HMI Botlem, kenangan pembentukan jati diri mereka.
Lantaran bersemangat, PKMW KAHMI Sulawesi Selatan lalu membentuk Panitia Pembangunan Wisma HMI. Koordinator Umum : Amran Razak. Bidang Penggalangan Dana : A. Niniek F. Lantara, Bukhari Kahar Muzakkar, Muslim Salam, Rahmatia Rasyid Mubyl, Moh. Sabri AR, Rastina Kalla Mansyur, Muchtar Pasarai. Bidang Pembangunan : Syarief Burhanuddin, M.Tobo A.Haeruddin, Syamsul Bahri Gani, Syamsul Alam Hamid. Bidang Pengawasan : Noer Azis Thalib, Heni Handayani, Amal Sakti, Ici Indrawan, Muh. Natsir, A. Fatussalam, Syamsir Salam.
Desain dan konstruksi pembangunan wisma HMI dibagi tiga tahap. Tahap pertama adalah renovasi bangunan lama, tidak merubah bentuk agar suasana penuh kenangan kader-kader HMI di masa ‘laloe’ tetap terjaga. Harap beberapa senior HMI terutama Jusuf Kalla, Halide, Qasim Mathar dan Dali Amiruddin. Tahap kedua pembangunan ruang perpustakaan dan ruang rapat berlantai dua. Tahap terakhir adalah pembangunan kantor Korps Alumni HMI (KAHMI), Badan Koordinasi (Badko) HMI serta guest house berlantai dua. Biaya yang dibutuhkan ditaksir melebihi Rp 2 Milyar.
Peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan Wisma HMI Botolempangan dilakukan H.M.Jusuf Kalla, senin 7 Juni 2010. Dikesempatan itu, Rektor Unhas – Idrus Paturusi berjanji akan menggalang dana dari alumni HMI di Unhas sekitar Rp 100 juta.
Di sela-sela dana pembangunan menihil, ada seorang pengusaha mantan Ketua KAHMI Sulsel suka menambah sumbangannya kelipatan sepuluhan juta. Katanya; “Supaya ‘celengan’ panitia pembangunan wisma HMI Botlem tidak kosong. Khan pemali !?!?.”
Renovasi bangunan depan (C) merupakan derma Aksa Mahmud – bos Bosowa Group. Pembangunan gedung depan ini, lakukan sendiri Bosowa. Sedangkan bangunan tengah (B) berupa masjid dan perpustakaan, ditanggulangi Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo.
Ketika itu Syahrul bertanya;
“Prof., yang di tengah ini bangunan apa ?.
Ia kemudian menjawabnya;
“Kami akan bangun masjid HMI karena di sekitar sini tak ada masjid.”
Gubernur Sulawesi Selatan itu langsung menanggapi;
“Kalau begitu, masjid ini bagian saya. Jangan mi, ada yang ganggu”, tukasnya.
Pembagunan gedung belakang berlantai empat, sedikit tersendat karena menyerap dana paling besar sekitar Rp. 1,2 M. Beberapa bulan kemudian ketika dirinya menjadi Staf Ahli Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) R.I., ia mengajak Menpora, Andi Alifian Mallarangeng menengok pembangunan wisma HMI Botlem yang lagi dibangun. Menpora Alifian menyatakan siap membantu. Bangunan belakang wisma berlantai empat (A) bisa dilanjutkan.
Kini bangunan A, B, dan C wisma HMI Botlem secara fisik telah rampung sekitar 80 persen, setelah puluhan tahun sekadar wacana, sekadar ingin direnovasi.
YAKUSA = YaKin Usaha SAmpai.
***
Musyawarah Nasional (Munas) Korps Alumni HMI (KAHMI) ke – IX diselenggarakan tanggal 30 November – 2 Desember 2012 di Pekanbaru, Riau. Ketika itu, Pengurus KAHMI wilayah Sulawesi Selatan bersama sebagian besar KAHMI kawasan Indonesia Timur masih memiliki dua pentolan pengurus Majelis Nasional KAHMI – incumbent yaitu Tamsil Linrung dan Mubyl Handaling. Keduanya masih dilirik peserta Munas jadi calon kuat presidium/pimpinan kolektif Majelis Nasional KAHMI periode 2012-2017.
Mubyl sejak awal menyatakan tak akan mencalonkan lagi karena akan berkonsentrasi mengurus lembaga pengusaha KAHMI bernama HIPKA. Sementara Tamsil masih tetap mencalonkan diri, sampai beberapa jam sebelum pemilihan Pimpinan Kolektif Majelis nasional (PKMN) – KAHMI. Melalui urun-rembuk nan tegang menakar pertimbangan perspektif dan menjaga ketokohan, jelang siang, akhirnya Tamzil menyodorkan map pencalonannya padanya. Kaasiiif sudaahh !!!.
Sebenarnya, pengusulan dirinya sebagai calon presidium KAHMI mendapat keberatan dari beberapa pengurus KAHMI Sulawesi Selatan. Alasan mereka, ia tak begitu dikenal peserta di arena Munas KAHMI IX. Namun seketika itu, disanggah salah seorang pengurus;
“Bagaimana dengan Mubyl, ketika diusulkan pada periode lalu di Sahid Jakarta ?”.
“Siapa yang kenal ?, toh Mubyl terpilih. Tukas si penyanggah.
“Jadi kuncinya pada kekuatan basis Indonesia Timur dan kepiawaian tim pelobby”, ujar sang penyanggah sepertinya masuk akal.
Sebanyak 26 calon Pimpinan Kolektif Majelis Nasional KAHMI masa bakti 2012 – 2017 di Pekanbaru; (1) Dr. Muhammad Marwan, MSi; (2) Prof. Dr. Amran Razak, MSc; (3) Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, SH; (4) dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, MKes; (5) Bambang Soesetyo, SE, MBA; (6) Viva Yoga Mauladi, MSi; (7) Dr. Ir. Abdullah Pute, MSi; (8) Ir.Mashudi, MBA; (9) Dr.Ir.Fanshurullah Asa, MT; (10) Prof. Dr. Idzan Fautanu; (11) Drs.Taufiq Hidayat, MSi; (12) Drs. HM Johar Firdaus, MSi; (13) Dr. Reni Marlinawati; (14) Teuku Syahrul Anshori, SH, MH; (15) Drs. Anas Urbaningrum, MA; (16) Dr.Harry Azhar Azis; (17) Dr.M.S.Kaban, SE, MSi; (18) Ibnu Topik; (19) Prof. Dr. Endin Nasrudin; (20) Marzul Veni, ST, MSi; (21) Ir.Herry Bakti, MM; (22) Dr. Anies Baswedan; (23) Dr.Taufiqurrahman Saleh, SH, MSi; (24) Dr.Nurhayati Assagaf; (25) Ismed Hasan Putro; (26) Dr. Eggy Sudjana, SH, MSi.
Akhirnya terpilih 9 nama presidium masing-masing Mahfud MD, Anas Urbaningrum, Anies Baswedan, Viva Yoga Mauladi, Muhammad Marwan, Leni Marlinawati, Bambang Soesetyo, M.S. Kaban, dan Taufik Hidayat. Populeritas kesembilan tokoh terpilih memang ‘menakjubkan’, mereka merupakan ‘barisan’ ketua lembaga tinggi dan tertinggi negara, mantan Menteri, ketua partai besar, anggota DPR RI kondang, Dirjen, tokoh nasional, mantan Ketum PB HMI.
Mereka tak hanya berbekal ‘nama besar’, poster dan baliho mereka pun bertebaran di sudut-sudut strategis kota Pekanbaru bak Pilpres atau setidaknya Pilgub. Gambar mereka meriah dan menohok mata bertulis visi-misi mereka. Di pintu-pintu masuk aula Munas bertebaran meja-meja berjaga diisi tumpukan buku-buku biografi dan karya sejumlah pesohor kandidat presidium/pimpinan kolektif KAHMI nasional. Bahkan telah lazim, sejumlah wilayah telah ‘dipinang’ sejumlah kandidat. Mereka sangat SIAP untuk bertarung.
Apalagi setelah pidato pengarahan Akbar Tanjung selaku sesepuh KAHMI, Akbar menyebutkan beberapa nama yang telah ‘sowan’ – minta restu padanya. Menakjubkan, semua nama calon presidium yang disebut Bang Akbar di podium, ternyata bisa terpilih jadi Pimpinan Kolektif Majelis Nasional KAHMI.
Berbeda dengan Jusuf Kalla (JK), meskipun hadir dan memberi pidato pencerahan seperti halnya Akbar Tanjung, tapi ‘jubir’ KAHMI Sulawesi Selatan tak sempat menyampaikan keinginan mereka menjadi wakil poros Timur Indonesia penyeimbang kepemimpinan Majelis Nasional KAHMI 2012 – 2017.
Salah satu faktor penentu kekalahan mereka, bermula ketika salah seorang Ketua Kolektif KAHMI Sulawesi Selatan, ‘kurang berselera’ berkoalisi dengan KAHMI peserta wilayah besar. Meski sudah ada pertemuan sejak awal Munas, ‘deal’ jarak jauh senior KAHMI wilayah besar itu dengan Sulawesi Selatan sudah membuahkan harapan. Ketua kolektif tersebut makin enggan setelah nama AU yang semula tak diusul KAHMI wilayah besar itu malah masuk prioritas calon pertama mereka. Tobo sebagai juru lobby KAHMI Sulawesi Selatan ‘tak berdaya’ menghindari ‘phobia AU’. Meskipun secara individual tetap saja, sejumlah peserta Munas terutama KOHATI dari KAHMI Sulawesi Selatan yang dimotori Zohra tetap memilih AU dalam deretan sembilan nama yang bisa dipilih setiap peserta.
Semula Mubyl dan Kairuddin masih yakin, ia masuk sembilan besar PKMN. Apalagi berkembang isu Mahfud tak akan masuk jajaran pengurus jika ada koruptor ikut terpilih.
“Kamu pergi duduk di sudut situ, salah satu kursi dari kesembilan deretan kursi PKMN terpilih yang disediakan”, Mubyl dan Udin bersamaan memberi semangat memastikan.
Ternyata ada suara Taufik Hidayat menohok dari bawah, memiliki 5 suara lebih banyak.
Ia pun ‘kandas’ di urutan sepuluh, nyaris masuk PKMN KAHMI. Apalagi, Mahfud ternyata tak tergoda untuk mundur, meski salah seorang yang terpilih terindikasi korupsi.
Kesedihan menerpa KAHMI Sulawesi Selatan di akhir perhitungan suara, semua rombongan KAHMI Sulawesi Selatan menunduk sedih. Ia kalah tipis dengan tokoh-tokoh kaliber nasional. Kesedihan mereka meledak berurai tangis, baru kali ini dalam sejarah pemilihan pimpinan nasional KAHMI tak ada wakil kawasan Indonesia Timur, khususnya wakil Sulawesi Selatan. Tangis mereka terbawa melintasi udara, melewati beberapa pulau Nusantara menuju kota ‘sarabba’ – Makassar.
Sesal sempat mencuat di wajah sejumlah pengurus KAHMI Sulawesi Selatan;
“Seandainya kita menyatu dipaket AU”. #@!?
“Tapi, setidaknya kita pulang tanpa beban”, hibur salah seorang anggota FORHATI KAHMI Sulawesi Selatan.