Sajak-sajak Aktivis Unhas 80-90an : RINDU DAN KEBERANIAN

CaTaTan Episode 1 :  Sebuah WAG bernama: “AmranR Baca Puisi” mengundang sederetan aktivis kampus 1980-1990an untuk bersilaturahmi mengukir puisi (sajak-pendek). Semula sekadar ingin memeriahkan Dies Natalis. Lalu jadilah ……..Sirkuit Puisi ini dihuni oleh Ami Ibrahim (Jakarta), Sudirman Numba (Bukit Baruga), Yudhistira Sukatanya (Makassar), Yundhini Husni Djamaluddin (Jakarta), Ana Mustamin (Cibubur), Farida Patittingi (Tamalanrea), Rustiah Rasyid (Brunai Darussalam)  Mahrus Andies (Bulukumba), Ilham Anwar (Jakarta), Ilham Paulangi (Jakarta), Chaerul Anam (Palu), A.Yayath Pangerang (Malili), Sumarni Hamid Aly (Gowa), Marwan Hussein (MakGowa), Shaifuddin Bahrum (Makassar), Sri Musdikawati (Majene), Sudirman HN (Bukit Baruga), Sultra Mustika (Tangerang), Sakka Pati (Tamalanrea); A.Timo Pangerang (Jakarta), Yachfaryati (Makassar), Busman (Ujung Bori), Dg Nuntung (Takalar), A. Amar (Tamalanrea), Acram (Jabodetabek), Uca (Depok), Asri Tadda (Manggala), S. Alam (Maros), AmranR (Tanjung Barat).

©®™

SAJAK-SAJAK MERINDU

Ketika kulihat matahari pagi
Yang kuingat adalah engkau
Yang membuatku
Punya alasan untuk selalu tersenyum

Ketika kulihat rembulan
Yang kuingat adalah tanganmu
Yang menggenggam erat tanganku
Menuntunku
Melewati gelap malam

Di sini aku kini
Bersamamu
Pada pagi dan malam
Pada terang dan gelap
Melukis kehidupan

(Yundini Husni Djamaluddin)
Manama, Bahrain
6 Oktober 2019

***
Seperti Golla Kambu dan Ta’ba2*)

Yundini Husni Djamaluddin

Ya, seperti golla kambu dan ta’ba2
Yang kini terhidang di nampan berkilau
Di meja kehormatan
Di antara para pangeran dan putri

Golla kambu’ dan ta’ba2
Dari Polewali,
Melewati jalan darat yang jauh
Polewali, Makassar, Jakarta
Bahrain
Terbang tanpa paspor
Tanpa visa

Dan kini
Di sini
Di tanah baru
Cerita baru

Demikian juga yang lain
Cerita baru dibuat
Dengan cita rasa yang berbeda
Dengan aroma yang membangkitkan
selera

Buatlah selalu
Kebahagiaan bagi kehidupan
Tanpa mesti punya alasan
Seperti golla kambu dan ta’ba2
Yang kini terhidang
Dari meja kehormatan
Para pangeran dan putri.
Tanpa tau
Tanpa mimpi
Tanpa bertanya

Bahrain, 6 Oktober 2019

*) golla kambu dan ta’ba2 makanan kampung di Sulbar
terbuat dari beras ketan dan santan dibungkus daun kelapa.

***

kukirim senja
melalui instagram
rindu yang jingga

Ana Mustamin
#AnaHaiku

***

RinDu Itu

rindu itu
menggenang
membuncah
dalam dada

rindu itu
membelah rasa
berkeping
memintal benang benang
hati yang berserakkan
dibilik cinta
mengintai waktu
yang terus mendera
ingin menjumpai
sang kekasih
kapanpun

rindu itu
membalut luka
yang darahnya
mulai membeku
dipenghujung
penantian

rindu itu
tetap bersemayam
sekalipun
besok dunia
akan runtuh

Chaerul Anam
Palu, 7 Oktober 2019

***

Rindu adalah ………..
kenangan
yang ingin kita ulangi lagi

Dan kenangan itu adalah
Rasa……..
Yang mengendap
Dalam

Tanpa penjelasan

#Yundini Husni Djamaluddin

***

Marwan Hussein:

(1)
yang aku tahu
rindu itu
tatkala aku memeluk gulingku
sehangat perasaanku padamu
(2)
yang aku tahu
rindu itu
usai menghabiskan santapanku
kusempurnakan dengan hisapan sebatang bentoel biru
(3)
yang aku tahu
rindu itu
tatkala siang hari
mengendarai motor bututku disepanjang jalan pettarani
seraya membayangkan kesejukan malino di shubuh hari
(4)
yang aku tahu
rindu itu
tatkala bertemu sahabat remajaku
namun ia berlalu tanpa sapa dan senyum

***
rinduku menjadi istimewa
kalamana
wajahmu tebersit penuh ceria
tampak jelas di pelupuk
teduh terjanjikan di tabirnya
anganku berbalik menggeletar
gelora gelora kecap mengangkasa
pesonamu semakin menguat
di jiwa.

[Marwan Hussein]

***

Haiku buat yang RINDUnya tak pernah pupus…

#1
mencari pintu
semua terkatup rapat
rindu terlunta

#2
sepanjang jalan
bulan tampak meleleh
rindu menggenang

#3
rindu pun purba
menjelma kubur waktu
fosil kenangan

[Ana Mustamin]

***

Masih haiku RINDU
hujan pertama
terbanting di jendela
memanjat rindu

#AnaHaiku

***

Rindu itu…
Ketika portir dan jeruji dibuka
Lantas setumpuk rantang warna-warni
Dibuka di ruang kunjungan

#RinduDiBalikJeruji

S. Alam (11/10/19)

***

(1)

gugusan planet
takjub cahaya subuh
manik mata-Mu

(2)

marindui-Mu
mereguk tirta bening
di musim ranggas

#AnaHaiku

###

Semilir pagi
Mengelus rasa
Melukis rindu

Farida Patittingi [11/10/19]

###

(1)

Kubiarkan rinduku hadir
Mengaliri denyut nadi
Menemui penghulu rasa

(2)

Rindu tak mengenal situs
Rasa tak mengenal waktu
Bergegaslah sarapan
Wahai Bathin yang sedang haus..

#rindualam

S. Numba (11/10/19)

@@@

ADAKAH KEBERANIAN ITU ?

Hmm….
Bahkan ketika
keberanian itu
tak diperlukan lagi

Ia tetap tak berani juga

(YHD)

***

Bahkan
tak berani
untuk mengangkat wajah skalipun
tuk menatap matamu….

wah terlaluu

[Sulta Mustika]

***

(1)
Subuh Ini

Aku di sini
Menulis puisi
Untuk persembahan
Bagi langit dan bumi
Yang hening

(2)
Kutulis puisi juga
Bagi yang masih belum berani
Kutulis begini

O kodong

[Yundini Husni Djamaluddin]
Manama, 8 Oktober 2019.

***

Akupun di sini
Menulis sepotong bait
Penawar luka
Akan ketidakberanian masa lalu

*untuk yg tidak berani ?

[Farida Patittingi]

***

Catatan bernas :
soal keberanian itu, puisi Sapardi ‘hujan bulan juni’ amat pas
menggambarkannya:

tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni                                dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

[Ami Ibrahim]