JK, Coronavirus dan Ancaman Ekonomi Dalam Pandangan Taslim Arifin

 

Setumpuk pertanyaan berjejer ditulis senior saya,  Taslim Arifin di WAGs Peduli Sosial Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin (IKAFE UH) pagi ini. Ketua Dewan Mahasiswa Unhas (1977-1978) yang dipenjarakan rezim Orde Baru ini, menulis sebagai berikut :

“Apakah corona akan mengakhiri kapitalisme, dan memaksa, untuk menggatikannya menjadi sistem “sosialisme religius”? Apakah sistem kehidupan yang “ekstraktif” akan digantikan oleh sistem yang “inklusif” dan berbasis pada pendekatan “wholeness”? Apakah pandangan hidup yang ingin menguasai alam menjadi hidup bersama alam? ‘.

Di WAGs IKAFE UH yang dibuat khusus untuk menggalang dana solidaritas melawan  coronavirus (Covid-19), membantu sembako  masyarakat Makassar dan Alat Perlindungan Diri (APD) ini, Taslim melanjutkan :

“Salah satu akibat logisnya, ketika suatu mahluk tidak lagi memberi manfaa unt kepada alam atau kepada mahluk lainnya secara keseluruhan, maka mahluk itu akan binasa. Ini sunnatulah atau hukum besi alam. Maka dalam Islam amalan yang paling di senangi oleh Allah SWT adalah amalan yang memberi manfaat kepada mahluk lainnya.”

“Bila perubahan global kearah yang seperti itu, maka Insya Allah Bumi ini atau alam ini secara keseluruhan akan tetap memberi izin kepada ummat manusia untuk hidup diatasnya, dengan catatan kerakusan, kelimpahruahan yang tidak mengenal batas akan terlarang,  ketidakadilan, nafsu yang hegemonik, harus ditinggalkan. Mampukah……. atau sampai batas ekstrim akan musnah sebagaimana  makhluk lain dalam catatan sejarah perjalanan alam.”, tulis Taslim Dekan Fakultas Ekonomi Unhas (2000 – 2005).

Harus Mandiri

Dalam uraian tulisannya secara khusus, Taslim menanggapi hasil wawancara JK di tvOne di acara Indonesia Lawyer Club (ILC), malam itu (21/04/2020).

Dalam wawancara esklusif Jusuf Kalla (JK) di acara Indonesia Lawyer Club (ILC), bertajuk “Corona :  Setelah Wabah, Krisis Mengancam ?” di tvOne pada Selasa, 21 April 2020. Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK) mengatakan krisis ekonomi yang dialami tahun 1998 tentu beda dengan apa yang terjadi saat pandemi virus corona  (Covid-19). Menurut JK, sekarang Indonesia harus mengatasi dengan kekuatan sendiri.

JK mengatakan Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi pada 1998, tapi waktu itu yang terkena dampaknya hanya 3 negara yaitu Indonesia, Thailand dan Korea. Sehingga, Indonesia masih bisa minta bantuan pada IMF, Jepang dan negara lainnya.

“Beda krisis 98, kita susah tapi bisa minta bantuan keluar. Sekarang, siapa yang mau minta bantuan keluar kan. Artinya kekuatan dalam kita terakhir harus siapkan. Jadi semua harus berkorban, pemerintah tentu harus berkorban, masyarakat harus berkorban, kita semua harus berkorban,” kata JK saat acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di tvOne pada Selasa, 21 April 2020.

Saat krisis ekonomi 1998, kata JK, dulu pernah minus lima persen tapi masih bisa dibantu dengan negara lain. Namun, JK yakin Indonesia suatu saat nanti bisa menyelesaikan dengan baik masalah ekonomi setelah pandemi COVID-19. (viva news.com, 22/4/2020)

Nah ….. “Ini yang belum dikemukakan oleh JK dalam wawancaranya dengan Karni Ilyas semalam (21/3/2020), tulis Taslim.”

“Iran berhasil menurunkan Kurva Pendemiknya dengan seruan jihad. Islam adalah pemersatu bangkit dari wabah, Indonesia dengan cara apa?’ ungkap Taslim.

Sayangnya, dibenak saya (pen.)— tiba-tiba membayangkan sosok kehidupan dan lingkungan JK (yang saya kenal selama ini), sepertinya akan mengalami kesukaran  untuk mengatakan jihad apalagi menyatakan jihad (dalam persepsi penulis). Meskipun dalam situasi sulit JK, biasanya punya  ‘Jalan Keluar’. !

***

Taslim sendiri berharap :  “Sesungguhnya saya  berharap, nyaris bermimpi, bahwa masyarakat — atas partisipasinya yang penuh berhasil mengatasi corona, bukan atas bantuan pemerintah atau oleh siapapun. Melainkan sebagaimana rombongan burung di udara dan atau kumpulan ikan  di samudera, pada dirinya baik secara individu, maupun secara bersama telah terbentuk indra  pertahanan yang melekat. Dengan demikian rakyat tidak berhutang budi kepada siapapun. Kecuali rasa syukur kepada Allah Azza WaJalla.”

“Bisa mengarah kesana kesimpulannya, tapi mungkin harus kerja keras, tetapi kan sudah biasa kerja keras?”, japri Taslim Arifin – dosen senior Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) – Unhas itu.

Dalam posisi ini, saya ‘mengamini’ kesimpulan Taslim  bahwa tidak ada pilihan lain kecuali bersatu bekerja keras mengatasi coronavirus (Codiv-19).

Selamat memasuki bulan suci ramadhan 1441 H.

Jelang ramadhan di pertapaan Bukit Baruga, 22 April 2020. 

 

__________________________________

*Penulis adalah gurubesar ilmu Ekonomi Kesehatan  dan Politik Kesehatan, FKM-Unhas dan Pasca Sarjana UMI, Makassar