Semangat mendirikan Kelompok Studi Pembangunan (KSP) secara gamblang tertulis pada kata pengantar buku “Teori dan Kebijaksanaan Ekonomi : menuju Ke Satu Arah terbitan Kelompok Studi Pembangunan (KSP) :
Pengalaman-pengalaman pahit dalam masa kemahasiswaan telah mengilhami diriku dan beberapa teman untuk membentuk suatu kelompok studi permanen. Dimaksudkan agar kelompok studi tersebut mampu memberi masukan secara mendasar masalah-masalah yang dihadapi bangsa kita. Keinginan itu semakin mendesak ketika saya untuk ketiga kalinya harus tidur dalam status tahanan mahasiswa.
Ternyata medan yang kami telusuri begitu luas, penuh tantangan walaupun selama ini kami geluti dengan modal heroisme. Bagi kebanyakan anak muda heroisme tak bedanya dengan jagoan pacaran, jagoan indeks prestasi, jagoan membuntuti orang terkenal, jagoan karate, jagoan balapan, jagoan berkelahi, jagoan ceramah, jagoan reference dan lain-lainnya. Justeru pada detik-detik demikian kami telah tampil membela kepentingan rakyat dari forum ilmiah, koridor kampus, kantor universitas hingga ke jalan raya kota tanpa mempertimbangkan resiko fisik dan kemampuan pengetahuan yang sepadan. Bahkan tak jarang kami belum memikirkan secara pasti apa duduk persoalannya telah menyahuti persoalan itu secara emosional. Namun suatu hal yang bisa teraih dalam setiap gerakan protes di mana saya terlibat bahwa kami melangkah dengan hati bening, sebab pada umumnya orang muda menghendaki agar masa depan yang mereka lewati kelak tidak berlumpur, tidak dituding oleh generasi berikutnya. Jalur-jalur kehidupan yang kami tekuni selama ini membuat kami terpaut hingga tak mungkin lagi menghentikan langkah apalagi mundur. Kesadaran untuk menyatu dengan persoalan-persoalan dasar tersebut berbarengan lajunya proses-proses persoalan dunia yang berlalu tanpa berpaling. Akhirnya, terbentuklah Kelompok Studi Pembangunan (KSP) Universitas Hasanuddin yang kehadirannya disambut oleh rekan-rekan mahasiswa Ekonomi Umum (A) dengan menerimanya sebagai wadah ilmiah formal jurusan Ekonomi Umum. Berbarengan sambutan hangat dosen-dosen Ekonomi yang menyanggupi memberikan input setiap langkah ilmiah KSP.
Konstruksi lahirnya kelompok studi didukung suasana tidak kondusif dalam kampus setelah pemberlakuan konsep NKK/BKK secara ketat.
Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim.
Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Menyusul pemberlakuan konsep NKK, pemerintah dalam hal ini Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa (Dema), sebagai gantinya Pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK.
Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Menyusul muncul UU No.8/1985 tentang ORMAS maka politik praktis semakin tidak diminati oleh mahasiswa, karena sebagian Ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara posisi rezim semakin kuat.
Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap mungkin tidak tersentuh kekuasaan represif penguasa Orde Baru.
Bersamaan bangkitnya KSP, kelompok studi lain bermunculan seperti Kelompok Studi Wawasan Nusantara (KOSWANTARA) di Fakultas Hukum, Ikatan Kekerabatan Antropologi (IKA) di jurusan Antropologi. Berikutnya berdiri Kelompok Studi Indonesia Raya (KOSINDRA) berbasis di Fakultas Sospol. Di luar kampus berdiri Kelompok Diskusi Bulukunyi (KDB) dan beberapa kelompok studi lainnya.
Syahdan minggu lalu (12/03) ternyata ada reuni terbatas para dedengkot Kosindra terlihat dalam foto antara lain ; Haris Rahim, Umar Arsal, Hasrullah, Amir Muhiddin, AGH Syekh Abd. Rahman Assegaf, Amir Muhiddin, Munjin Syafik Asy’ari, Rosfiah Arsal, Andi Taufiq, Hidayat Hafied. Mulawarman dan Rahmat Muhammad, Muh. Basri (tamu khusus). Mereka kini, tak sekedar sebuah nama.
***
Kelompok Studi Pembangunan (KSP) didirikan dengan maksud mengembangkan ilmu- ilmu ekonomi serta ilmu-ilmu sosial yang berkaitan dengan masalah ekonomi khususnya di Indonesia. Beranggotakan mahasiswa Ekonomi Umum/Studi Pembangunan (A) serta mereka yang berminat menekuni masalah ekonomi. Dikelola sejak akhir 1980 tidak semata dari mahasiswa jurusan tetapi tercatat pula beberapa teman dari fakultas lain terutama jurusan ekonomi-sosial (sosek) yang menyenangi diskusi ekonomi dan pembangunan nasional. Termasuk anggota representatif lintas kelompok studi lainnya.
Pengurus Harian KSP periode 1981-1982. Mufredy Jafar (Ketua), Heri Soewandi (wakil ketua), Umar Marassabesy (sekretaris), Umar Usman (wakil sekretaris), Amran Razak, Abd. Hamid Paddu, M.Yasin Kara, Iqbal Latanro, Soetoyo Soewandi (pembantu umum). Dewan Penasehat : Dr.Kustiah Kristanto, Dr.Basri Hasanuddin, Dr.H.Halide, Dr. Abd. Karim Saleh, Drs. Taslim Arifin, MA.
Biro Ceramah/Diskusi; Baharuddin Dammar, Safrul Patunru, Himayah Tahir, Rohana Ngalle, Biro Penelitian/Pengabdian Masyarakat; Rahim Udu, Asdar Kadim, Bahriah M.Radi, Kadir, Biro Informasi; Zainal Abidin, Zulkarnain Munji, Hardi Hasan, A. Mappagau, Biro Pendidikan; Khairil Anwar (Otte), M. Basri Burhana Hamid, Hasan Dg. Manippi.
Kelompok Studi Pembangunan (KSP) tergolong kelompok studi terstruktur yang pertama didirikan pasca pembekuan Dewan Mahasiswa (Dema) Unhas dan diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK), menyerap gagasan dalam bentuk diskusi.
Setiap diskusi dan kuliah umum selalu semarak pesertanya. Daya ikatnya, materi diskusi apalagi kuliah umum merupakan bagian integral dari sesi matakuliah yang diasuh narasumbernya. Ada absensi kehadiran.
Diskusi terbuka dengan tema seksi yang menyentil penguasa, seringkali dipantau langsung sejumlah intel dengan menyamar sebagai mahasiswa (meski nampak lebih tua), termasuk intel rektorat – mata-mata rektor.
Materi diskusi, ceramah terbuka, kuliah umum berupa makalah dengan telaten dikumpulkan pengurus KSP selama lebih dari 2 tahun, lalu diterbitkan sebagai buku karya KSP. Termasuk beberapa judul tulisan yang telah disajikan pada seminar atau diskusi ilmiah kelompok studi lainnya seperti Koswantara dan IKA Antropologi.
Buku setebal 122 halaman itu, diberi judul; Teori dan Kebijakan Ekonomi : Menuju Ke Satu Arah, penyunting Amran Razak dan diterbitkan oleh Kelompok Studi Pembangunan (KSP)
Terbitnya buku tersebut, bukanlah sesuatu hal yang ringan, diperlukan ketelatenan dan menyatukan kesungguhan mencapai tujuan yang dikehendaki. Tujuan kami menulis buku waktu itu, ingin menunjukkan bahwa mahasiswa pun dapat ‘berunjuk pikir’ selain berunjuk rasa.
***
Masa itu, diawal dekade 80-an, menulis atau menyunting buku merupakan suatu perbuatan luar biasa, tindakan amat langka. Di masa itu, hanya satu-dua orang profesor/dosen yang terbilang penulis atau editor buku. Apalagi lembaga penerbitan nasional masih sedikit dan amat selektif. Jika menerbitkan sendiri khususnya di luar Jawa, tak ada percetakan representatif dan mahal biayanya.
Pentolan KSP juga menunjukkan jati diri mereka tak sekadar penyelenggara seminar- diskusi ilmiah-ceramah umum yang apik, tetapi juga menjadi nara sumber handal sebagai kontributor dalam buku ini.
Isi buku “Teori dan Kebijakan Ekonomi : Menuju Ke Satu Arah” dibedah atas tiga bagian;
[1] Pembangunan Ekonomi dan Pengembangan Wilayah;
[2] Tata Ekonomi Internasional, Masalah OPEC dan Krisis Energi, dan [3] Dualisme Ekonomi dan Ekonomi Komunisme.
Kontributor bagian pertama; Dr.Kustiah Kristanto – Beberapa Catatan Sekitar Masalah Lapangan Kerja, Pembinaan Tenaga Kerja dan Peranan Perguruan Tinggi dalam Konteks Pembangunan Wilayah Indonesia Timur; Drs.Rahardjo Adisasmita, M.Ec. – Beberapa Teori Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan dalam Konteks Pembangunan Wilayah; Drs. Pakki Sallatu – Studi Regional, Perencanaan Regional dan Implementasi Perencanaan Wilayah ‘D’; Dr.Abdul Karim Saleh – Peranan Transmigrasi dalam Pembangunan Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan; Drs.Taslim Arifin, MA – Socio Economic Aspects of Agrarian Change in Java, Indonesia; Dr.H.Halide – Masalah Penduduk dan Konsumsi Pangan.
Kontributor bagian kedua; Basri Hasanuddin, MA, PhD. – Relationship Between OPEC and Non Oil Exporting Countries with Emphasis on ASEAN Countries, dan Amran Razak – Tata Ekonomi Internasional Baru dan Krisis Energi Tahun 2001.
Kontributor bagian ketiga; Iqbal Latanro, dkk. – Dualisme Ekonomi di Negara Berkembang; Sekilas Pintas Tentang Ekonomi Komunisme.
Saripati dari tiga bagian dari buku Teori dan Kebijakan Ekonomi : Menuju Ke Satu Arah,
Dalam pembangunan ekonomi bangsa Indonesia maka pengembangan wilayah merupakan titik permasalahan yang harus dikembangkan khususnya di daerah-daerah di luar pulau Jawa. Dalam bagian pertama titik sentral pembahasan wilayah Indonesia Timur dengan bahan banding prospek pertanian di pulau Jawa.
Pada hakekatnya pembangunan wilayah Indonesia Timur akan banyak dipengaruhi oleh tenaga kerja sebagai ‘the man behind the gun’, sedangkan keberhasilan pembangunan ditandai antara lain lapangan kerja yang diciptakan pembangunan tersebut. Potensi ekonomi dan beberapa sumber daya merupakan ‘important ingredient of development’ seperti penduduk, tanah, pertanian, peternakan dan potensi maritim dihubungkan dengan lapangan kerja dan tenaga kerja merupakan sarana penting kemungkinan pengembangan wilayah.
Bila dilihat dari segi penduduk maka Indonesia Timur belum menghadapi posisi kritis dibandingkan kepadatan penduduk pulau Jawa dan Bali. Sumber tenaga kerja dan pasar penduduk wilayah ini secara keseluruhan adalah potensi ekonomi yang tak dapat diabaikan. Akan tetapi untuk menjadikan suatu wilayah pemasaran yang riel, penduduk yang terbesar dalam jumlah yang kecil dan wilayah yang cukup luas memerlukan jaringan transportasi dan komunikasi, perbankan serta fasilitas yang memadai. Justru fasilitas inilah yang tak memadai.
Di samping itu, wilayah Indonesia Timur meskipun memiliki wilayah yang relatif luas, namun 25 % saja yang dapat diolah. Di lain pihak luas tanah pertanian serta bagian yang mungkin cocok untuk pertanian intensif, tampak beberapa daerah seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat mempunyi prospek sebagai gudang pangan. Tidak kalah pentingnya potensi hasil hutan yang mendorong industri perkayuan dalam tahun-tahun mendatang, begitupula potensi pertambangan (nikel, biji besi, tembaga) diharapkan juga minyak bumi dapat menjadi ‘ladang industri’. Untuk pekembangan ekonomi masa datang akan banyak pula potensi maritim antara lain usaha penangkapan ikan dan pengolahan ikan.
Dalam bidang perencanaan regional masalah paling serius adalah ketimpangan regional dengan timbulnya kelebihan produksi dalam berbagai industri besar. Regionalisasi pemecahan persoalan tiap komoditi perlu dikaji secara nasional dan internasional untuk menghindari over investment.
Kitapun diperhadapkan pada pilihan alternatif, baik secara teoritis maupun implementasinya dalam kebijakan pembangunan. Sejauhmanakah kejelian menentukan prioritas pembangunan wilayah dengan berbagai pertimbangan potensi wilayahnya.
Dibalik pesatnya pembangunan daerah dan regional, kita masih terbentuk pada masalah-masalah rutin yang mewarnai negara-negara dunia ketiga pada umumnya yaitu krisis dalam ‘long term dangers’ berupa kepadatan penduduk, tingkat kelahiran di mana mengilhami ancaman berkurangnya pemenuhan pangan. Harapan yang menumpuk di pulau Jawa, makin hari makin menyempurnakan amatan Geertz dengan melihat pertanian di pulau Jawa. Walaupun usaha peningkatan angka absolut produksi pertanian mengalami kesuksesan, revolusi hijau tetap gagal memberi manfaat terhadap mayoritas petani bila memakai tolak ukur keadilan sosial ekonomi. Dia semacam perencanaan yang semata mengarahkan pada pergumulan kemiskinan yang serius di mana petani dalam masyarakat ekonomi dari posisi pemilik tanah menjadi petani penggarap. Kita menyelidiki di mana ia merupakan dampak dari penggunaan jenis-jenis baru, cara-cara menuai dan penggilingan, semua itu berarti dalam dalam mempengaruhi kekayaan petani dan pedagang. Akankah kita bernada optimis pada fakta yang pesimis ?
Bagian kedua; masalah ekonomi internasional yang digumuli Indonesia di tengah tengah resesi dunia dan terdengungnya krisis energi merupakan masalah tersendiri. Devisa besar justru pada minyak bumi yang sekaligus membei subsidi terbanyak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sementara kejutan-kejutan dalam perubahan harga minyak bumi di masa datang tidak lagi merupakan hal baru. Pada saatnya, kita pun sepakat mengenakan ikat pinggang, menyambut krisis energi secara ketat.
Bagian Ketiga; usaha-usaha ahli ekonomi mencari bentuk Ekonomi Indonesia dalam berbagai paradigm baru merupakan suatu usaha untuk melepaskan diri dari belenggu ekonomi khususnya prinsip-prinsip dualisme ekonomi. Di mana salah satuk sektor berupaya menerapkan prinsip kapitalisme barat, sementara pada sisi lain menyahuti kenyataan berbeda. Buku ini ditutup dengan sekilas pintas mengungkapkan bagaimana bentuk/prinsip-prinsip komunisme secara akademik.
Sukma buku ini akan terasa, jika pembacanya sejak awal setia mengikuti setiap sesi diskusi/ kuliah umum yang diselenggarakan Kelompok Studi Pembangunan (KSP) dalam kurun dua tahun sebagai usaha yang dimaksudkan Gunnar Myrdal :
‘Di zaman ‘Great Awakeing’ sangat disayangkan jika para ahli ekonomi muda di negara- negara sedang berkembang terjerat oleh kecenderungan-kecenderungan yang merintangi kaum ilmiawan di sana untuk menjadi rasional dalam kegiatan-kegiatan intelektual di negara- negara sedang berkembang. Saya malahan menginginkan agar mereka berani meninggalkan struktur besar doktrin-doktrin dan cara pendekatan teoritis yang tak berguna, tidak relevan dan kadang-kadang sangat tidak cocok sama sekali dan memulai pemikiran baru berdasarkan studi mengenai kebutuhan dan persoalan-persoalan mereka sendiri. Dengan jalan ini mereka pun akan berada jauh di luar lingkungan ilmu ekonomi Liberal Barat dan Marxisme yang sudah ketinggalan zaman.
Daripada mereka begitu saja doktrin-doktrin lama dan pertentangan-pertentangan doktrin yang diwarisi dari masa seratus tahun lampau atau lebih, adalah lebih baik memilih apa yang benar-benar praktis dan bermanfaat dalam tradisi kita dan membuat konstruksi teoritis mereka sendiri sesuai dengan persoalan-persoalan mereka. Dengan demikian mereka akan melihat bahwa banyak argumen – argumen dan teorema-teorema lama dan yang sudah mereka kenal menjadi sangat bermanfaat apabila disesuaikan dengan kerangka baru.”
***
Catatan kaki :
Eksistensi kehadiran kelompok studi, telah muncul sejak awal pergerakan nasional terutama ketika menghadapi masa-masa sulit; kelumpuhan pergerakan nasional akibat pemerintahan kolonial yang semakin represif, setelah pemberontakan PKI 1926 dan 1927
Di dalam kondisi kelumpuhan pergerakan nasional serta represivitas demikian itu muncullah alternatif Kelompok Studi (Studie-studie Club) yang mempunyai bobot politis dilihat dari orientasi dan tindakan politiknya. Terbentuknya Indonesiche Studie Club (IS) dan serta pemogokan-pemogokan buruh.
Algemenne Studie Club (AS) maka politis dari kelompok studi pada waktu itu hampir tidak berbeda dengan kelompok studi awal 1980-an. Meskipun kemudian karena kondisi saat itu, kelompok studi ditransformasikan menjadi partai.
Jadi, sungguh kesimpulan yang spekulatif bila dikatakan bahwa mandulnya gerakan mahasiswa pada masa Orde Baru dan larinya mahasiswa dari kampus dengan kelompok studinya adalah diakibatkan tamparan NKK/BKK. Sebaliknya, sungguh suatu kesimpulan yang ahistoris juga bila dikatakan bila tidak ada pengebirian kampus melalui NKK/BKK maka akan menjadi kuatlah gerakan mahasiswa.
Kata bung Haris Rahim (WA; 16/03:10:59) :
Luar biasa Kanda Prof. Eksistensi Kelompok Studi (KS) hampir setengah abad silam, menghadirkan dan menyimpan banyak ceritera panjang dan berliku tentang perjuangan “@ktiFIS”. Ceritera panjang dan pencapaian para aktivis KS ternyata hidup kembali pada akhir2 ini ketika kondisi bangsa kita sedang dalam kondisi yang tidak baik seperti keadaan yang dihadapi oleh bangsa kita di era ’80-an.
Bedanya di masa KS bertumbuh, ruang gerak pergerakan masih terbuka dan mahasiwa masih bisa mengekspresikan idealisme dan harapan2nya melalui berbagai media kreatif termasuk demonstrasi. Saat ini, kondisinya sudah beda. Pihak rektorat, dosen dan mahasiswa (lingkungan pendidikan) sudah terkooptasi secara sempurna oleh sistem politik/rezim politik.
Dalam banyak teori politik, kondisi seperti ini akan menjadi antitesa lahirnya gerakan perubahan. Bisa jadi aura gerakan perubahan ini yang kembali mengaktivasi sel-sel KS .
Di tepi Sungai Melaka – Malaysia, 17 Maret 2023
________________________________
Sumber : diolah dari buku Demonstran Dari Lorong Kambing, penerbit Kakilangit – prenada media group, Jakarta (2015)